EMPAT bulan sudah saya tinggalkan
Aceh, bermukim di Cina untuk melanjutkan studi. Sejauh yang saya rasakan dan
amati, negeri ini indah khususnya Wuhan tempat saya kuliah.
Tidak salah bila banyak orang
menyebut Cina atau Tiongkok adalah salah satu negara di Asia yang patut
dikunjungi. Bukan saja karena keindahan alamnya, tapi juga karena negara ini
memiliki beragam budaya dan tradisi yang masih terjaga sejak ribuan tahun
silam.
Situs-situs sejarah peninggalan
zaman kerajaan tersebar di beberapa kota besar di Cina, menambah lengkapnya
mozaik wisata di negeri ini. Kota ini penuh sejarah. Teknologi dan
pembangunannya berkembang pesat. Pertumbuhan ekonominya pun menakjubkan. Wajar,
bila Tiongkok digelari “macan ekonomi” di Asia.
Pendidikan tingginya juga semakin
berbobot dan terkenal, sehingga mengundang banyak mahasiswa internasional ke
sini. Salah satunya saya yang kini kuliah di Huazhong University of Science and
Technology, Wuhan.
Saat saya pertama kali memasuki
perkarangan kampus ini dulunya, langsung disambut oleh mahasiswa yang tergabung
dalam organisasi SICA (Student International Communication Association).
Sambutan hangat dari mereka adalah suatu kesenangan tersendiri bagi kami yang
lelah dalam perjalanan panjang dari negeri asal menuju Tiongkok.
Saya masih ingat, setelah berbincang
beberapa saat mereka meminta kepada saya admission notice untuk mendaftarkan
kembali diri bahwa telah sampai di kampus tujuan dan siap untuk belajar. Akhirnya, setelah selama ini cuma
bisa lihat di televisi, sekarang saya sudah bisa melihat dengan mata sendiri
Kota Wuhan seperti apa. Karena hari Sabtu dan Minggu libur kuliah, saya memilih
jalan-jalan pada saat weekend jika tak begitu sibuk dengan tugas-tugas kampus
untuk mengetahui bagaimana Kota Wuhan.
Wuhan merupakan kota yang sedang
berkembang pesat baik dari segi pembangunan, teknologi, maupun pendidikannya.
Seiring waktu, kota ini disulap semakin indah dan bersih. Saya baca pada sebuah
poster dan baliho, tertulis: Wuhan different everyday atau Wuhàn meitian bù
yiyàng. Artinya, Wuhan setiap hari tidak akan sama. Dengan kata lain, Kota
Wuhan ini akan dibangun terus-menerus dan yang unik mereka merombak-rombak apa
yang sudah bosan mereka lihat demi terciptanya sesuatu yang baru, kreativitas,
dan keindahan sesuai keinginan mereka.
Di satu sisi wajar saja mereka bisa
melakukan apa saja karena perekonomiannya sehat atau dengan kata lain “meunyoe
lee teupong dumpeu jeut tawoet”, begitulah kata seorang teman saya yang lulus
dalam China Scholarship Council sekalian dengan saya. Arti pepatah Aceh itu
adalah jika prasarana dan sarana tersedia cukup, maka semuanya bisa diwujudkan.
Kota Wuhan adalah ibu kota Provinsi
Hubei, Tiongkok. Kota ini terpadat penduduknya di bagian pusat Tiongkok, baik
dari segi pembangunan maupun masyarakatnya. Kota ini besar, tapi apik bersih
dan terjaga kebersihannya. Saya merasakan keindahan dan ada
nilai-nilai islami di Negari Tirai Bambu ini. Kota ini tertata dengan rapi dan
bersih. Kesadaran warganya untuk menjaga kebersihan kota dan lingkungan juga
tinggi. Mereka begitu berdisiplin dalam menjaga kebersihan.
Gemerlapnya pemandangan dengan
lampu-lampu kota yang benderang menambah keindahan kota ini. Di setiap sudut,
jalan, dan taman mereka sediakan tempat sampah, sehingga tak ada lagi alasan
bagi warga setempat dan pendatang untuk membuang sampah secara sembarangan.
Kesadaran orang-orang Cina menjaga kebersihan sangatlah tinggi. Terus terang,
saya kagum.
Semoga sisi positif ini bisa kita
jadikan acuan untuk mendisiplinkan diri dalam membangun negeri. Bila dulunya
kita cuek alias tak peduli pada masa depan yang indah dan menjanjikan, kini
saatnya kita berubah. Tidak ada kata terlambat untuk memulai suatu kebaikan dan
perubahan.
*HELMI SUARDI, Mahasiswa UIN Ar-Raniry, penerima Beasiswa China
Scholarship Council pada Program Master of Education di Huazhong University of
Science and Technology.
Pernah diposting di Srambi Indonesia
http://aceh.tribunnews.com/2016/01/04/wuhan-kota-yang-tiap-hari-berbeda