SUHU harian di Tiongkok saat ini,
khususnya di Wuhan, tempat saya kuliah, terbilang cukup panas, karena memang
sedang memasuki musim panas. Kondisi ini menyebabkan puasa di
Tiongkok terasa jauh lebih berat. Apalagi pada musim panas, waktu siangnya
lebih panjang dibanding malam, sehingga kami berpuasa bisa mencapai 16 jam
lebih.
Sekadar
gambaran, waktu shalat Subuh di Wuhan adalah pukul 03.42 pagi, sedangkan masuk
waktu magrib pada pukul 19.30 malam. Selain itu, waktu imsak dan berbuka sering
berubah, seiring dengan berjalannya waktu.
Godaan bagi
orang berpuasa di sini juga terbilang besar. Maklum, orang-orang nonmuslim di
sekitar kita, karena tak wajib puasa, mereka makan dan minum semau dan
sepuasnya di depan kita. Mereka tak peduli sedikit pun dengan orang muslim yang
berpuasa. Begitu lapar atau haus, mereka langsung makan minum di depan orang
yang berpuasa.
Suasana puasa di
Tiongkok yang lebih populer dengan sebutan China, itu memang banyak godaannya.
Tapi bukan godaan amarah, melainkan godaan para wanita. Maklum, Tiongkok
disebut-sebut sebagai negara yang membebaskan warganya berpenampilan sesukanya.
Jadi, jangan heran kalau di jalanan sangat sering kita berpapasan dengan wanita
yang pakaiannya seksi alias minim.
Godaan lainnya
adalah makanan atau kulinernya. Hal ini jangan dianggap remeh, karena mayoritas
penduduk Tiongkok bukan muslim. Jadi, sangat mungkin, jika tak hati-hati kita
akan telanjur membeli makanan atau minuman yang sekilas halal, padahal
terlarang bagi muslim. Begitupun, di tempat tertentu, termasuk di Wuhan, bisa
kita dapatkan makanan halal (halal food), asal saja kita rajin bertanya atau
membuka website untuk mengakses informasi di lokasi mana gerangan halal food
dijual.
Jujur saja,
tidak semua orang mengalami hal yang menarik dan menyenangkan saat
menjalani puasa di
negeri orang. Tapi karena puasa itu hukumnya wajib bagi muslim dewasa, maka tak ada
alasan bagi saya maupun teman sesama muslim dari Indonesia lainnya, untuk tak
berpuasa selama di Wuhan. Intinya, di mana pun kita berada kita harus tetap
ingat akan kewajiban kita kepada agama dan Sang Pencipta.
Lalu, setelah
mengetahui tantangan singkat tentang berpuasa di luar negeri, kira-kira jika
disuruh memilih kita akan lebih memilih berpuasa di mana? Kalau kita memang
sedang menuntut ilmu di luar negeri, pilihannya adalah nikmati saja berpuasa di
negeri orang, tapi jaga mata, lidah, telinga, dan jaga iman. Selain itu,
pastikan bahwa menu yang kita santap saat sahur maupun berbuka adalah sesuatu
yang halalan thaiyban.
Di sisi lain,
teman-teman saya yang nonmuslim pernah bertanya, kenapa sehabis jam kuliah saya
pulang terus, apakah tidak makan dulu di kantin kampus? Saya jawab bahwa saya
sedang tidak makan dan minum pada siang hari selama bulan Ramadhan karena saya muslim dan
sedang berpuasa.
Dengan
terheran-heran dia berkata, bagaimana mungkin kamu tidak makan dan minum
seharian, apakah kamu tidak lapar dan haus? Saya jawab lagi, “Bagi kami umat
Islam, itu hal biasa. Karena menjalankan perintah Allah, insya Allah kami tidak
lapar dan haus.”
Kemudian, pada
kesempatan lain di kelas saya berbagi pengetahuan kepada teman sekelas,
termasuk guru kelas, tentang apa itu puasa.
Semua mereka heran dan bingung saat mendengarnya, karena ibadah yang satu ini
terlalu asing bagi mereka. Semoga suatu saat mereka mendapat hidayah dan paham
bahwa puasa itu
apa?
Baca
langsung di situs :
http://aceh.tribunnews.com/2016/06/17/godaan-puasa-di-negeri-panda
OLEH
HELMI SUARDI, putra
Aceh penerima China Scholarship untuk Program Magister di Huazhong University
of Science and Technology, melaporkan dari Wuhan, Tiongkok