Nasehat Buat Diri Sendiri

Nasehat Buat Diri Sendiri

Nasehat Buat Diri Sendiri

Kuingat sebuah pesan yang menusuk dalam batin.
“Orang mulia menyalahkan dirinya, orang bodoh menyalahkan orang lain
“Mengenal diri yang paling penting, adalah utama demi kesadaran jagat raya.
Berarti pula memahami kesalahan, serta kekeliruannya masing-masing.

Semakin banyak yang dipikirkan.
Semakin banyak yang dibutuhkan.
Berarti semakin menumpuk pula resikonya.

Menunggu sangatlah mengesalkan, membosankan dan menggelisahkan.
Meskipun duduk dalam mobil mewah dan cukup makanan.
Apalagi ulahnya orang pemalas.
Yang seumur-umur hanya menunggu waktu yang tidak kunjung berakhir.

Mendidik bukan hanya dengan nasihat saja.
Sebab yang menjadi sukses adalah memberikan contoh dengan perbuatan yang baik.
Sesuai dengan apa yang dikatakannya.
Jangan lain di kata lain di perbuatan.

Semua yang ada di sekitar kita, meskipun tinggi nilainya, tidak ada artinya sama sekali.
Tampaknya seakan semua gersang, jika kita terjangkit penyakit bosan.

Sesuatu yang baik, belum tentu benar.
Sesuatu yang benar, belum tentu baik.
Sesuatu yang bagus, belum tentu berharga.
Sesuatu yang berharga/berguna, belum tentu bagus.
Sesuatu yang Bagus, yang berharga, yang baik, yang benar, belum tentu Mulia disisi ALLAH
Kisi-kisi untuk ujian Komprehensif MT Kependidikan UIN Ar-Raniry

Kisi-kisi untuk ujian Komprehensif MT Kependidikan UIN Ar-Raniry

KEPENDIDIKAN
I.       Pengertian dan Macam-Macam Evaluasi (Sumatif, Formatif dan Diagnotik)
Evaluasi berasal dari evaluation yang berarti penilaian dan di adopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi evaluasi.[1] Banyak sekali definisi tentang evaluasi, di antaranya: Evaluasi adalah sebuah proses yang menentukan kondisi dimana suatu tujuan telah dapat dicapai. Definisi lain yang berkaitan dengan proses hasil belajar siswa yaitu: Evaluasi merupakan proses penilaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar.[2]
Berdasarkan beberapa definisi evaluasi dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan serangkaian kegiatan sistematis yang dilakukan dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu kegiatan pendidikan telah berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau belum. Teknis pelaksanaan evaluasi meliputi penetapan objek yang akan dievaluasi, menentukan instrumen yang cocok dengan apa yang akan dievaluasi, melakukan pengukuran terhadap objek evaluasi, mengumpulkan data hasil pengukuran data mengolah data yang didapatkan dari hasil pengukuran. Berdasarkan data pengukuran dapat dijadikan babagai rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menentukan keputusan.
A.     Macam-Macam Evaluasi
1.      Evaluasi Summatif
Evaluasi summatif adalah evaluasi, atau penilaian menyeluruh pada tahap akhir pembelajaran siswa yang bertujuan untuk mengetahui posisi siswa serta berhasil atau tidaknya siswa dalam pembelajaran selama kurun waktu tertentu.  Evaluasi summatif ini secara umum bertujuan untuk menentukan posisi siswa dalam kaitannya dengan penguasaan materi pembelajaran yang telah diikuti selama satu proses pembelajaran.[3]
Jika dalam evaluasi ini siswa dinyatakan berhasil, maka siswa tersebut akan direkomendasikan ke jenjang kelas yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila siswa dinyatakan gagal dalam pencapaian hasil belajar, diberi remidi lagi atau tetap mengulang di kelas yang sama.[4]
Untuk mengevaluasi pembelajaran secara keseluruhan, maka dibutuhkan tes atau alat pengukurnya, di antaranya adalah test summatif. Test summatif ialah evaluasi atau usaha penilaian hasil belajar yang berupa test (soal-soal pertanyaan) yang dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar berlangsung dalam satuan waktu tertentu, misalnya setelah satu catur wulan.[5]
2.      Evaluasi Formatif
Selain evaluasi summatif, juga ada evaluasi formatif yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran maupun strategi pengajaran yang ditetapkan dalam satuan waktu tertentu. Satuan waktu itu bervariasi, di awal, di tengah, dan di akahir semester. Penilaian formatif sendiri merupakan gambaran bagi evaluator dan guru bidang studi untuk perbaikan sistem pengajaran jika dalam evaluasi tersebut banyak siswa yang dinyatakan gagal.
Evaluasi formatif dapat dilakukan dengan menggunakan test formatif yang dibuat oleh guru ataupun sekolah. Test formatif adalah usaha atau penilaian hasil belajar yang berupa test (soal-soal pertanyaan) yang diberikan kepada siswa setelah satu pokok bahasan selesai dipelajari.[6]



3.      Evaluasi Diagnotik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.

II.    Penyusunan Instrumen Tes Ranah Kognitif (C1-C6) dan Pengolahannya
A.     Penyusunan Instrumen
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
Evaluasi hasil belajar kognitif dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis tersebut dibuat sesuai dengan tingkatan kognitif yang ingin dilihat atau evaluasi, dari tahap berpikir awal (C1) sampai tahap berpikir akhir (C6). Berikut adalah model soal tulisan dalam ranah kognitif:
1.      Soal Ingatan (C1)
Pertanyaan ingatan biasanya dimulai dengan kata-kata mendefinisikan, mendeskripsikan, mendaftar, menjodohkan, menyebutkan dan mereproduksikan. Pertanyaan ingatan biasa digunakan untuk mengukur penguasaan materi yang berupa fakta, istilah, definisi, klasifikasi, atau kategori, urutan maupun kriteria.[7]
2.      Soal pemahaman (C2)
Apabila soal ingatan dapat dijawab dengan melihat buku atau catatan, tidaklah demikian dengan soal pemahaman. Untuk menyusun soal pemahaman diperlukan pemahaman untuk menjawab soal tersebut. Pertanyaan pemahaman biasanya menggunakan kata-kata perbedaan, perbandingan, menduga, mengeneralisasikan, menuliskan contoh, menuliskan kembali, memperkirakan.[8]
3. Soal Aplikasi (C3)
Soal aplikasi adalah soal yang mengukur kemampuan siswa dalam mengaplikasikan atau menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah sehati-hari atau persoalan yang dikemukakan oleh pembuat soal. Kata-kata yang digunakan dalam soal aplikasi adalah mengubah, menghitung, menemukan, memanipulasikan, memodifikasikan, menghubungkan, menunjukkan dan menggunakan.
4. Soal Analisis (C4)
Soal analisis adalah soal yang menuntut kemampuan siswa untuk menganalisis atau menguraikan sesuatu persoalan untuk diketahui bagian-bagiannya. Kata-kata yang digunakan atau kemampuan yang dituntut antara lain meliputi: memerinci, menyusun diagram, membedakan, mengilustrasikan, menyimpulkan, memilih, memisahkan, dan membagi.[9]
5. Soal Sintesis (C5)
Soal analisis juga harus dimulai dengan sebuah kasus. Berdasarkan atas penelaahan kasus tersebut siswa diminta untuk mengadakan sintetis yaitu, menyimpulkan, mengategorikan, mengkombinasikan, mengarang, membuat design, mengorganisasikan, menghubungkan, menuliskan kembali, membuat rencana, menyusun, menciptakan.
6. Soal Evaluasi (C6)
Soal evaluasi adalah soal yang berhubungkan dengan menilai, mengambil kesimpulan, membandingkan, mempertentangkan, menkritik, mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan.
B.     Pengolahan Instrumen Tes Ranah Kognitif
1)      Menetapakan tujuan penilaian atau tujuan tes
2)      Menganalisis dokumen-dokumen
3)      Mengembangkan Kisi-kisi
4)      Menulis Soal
5)      Analisis Rasional.Maksudnya adalah soal yang telah dirumuskan dianalisis kembali, ditimbang (di judge) baik oleh sendiri maupun oleh orang lain.
6)      Revisi soal
7)      Merakit soal
8)      Uji coba lapangan
9)      Analisis hasil uji coba (analisi empiris). Hal yang di analisis mencakup analisis butir soal dan analisis tes secara keseluruhan.
10)  Revisi dan perakitan ulang
11)  Perbanyakan
12)  Pelaksanaan tes
13)  Skoring
14)  Pemanfaatan hasil





III.  Penyusunan Instrumen Penilaian Non-Test dan Pengolahannya
Untuk mengetahui hasil belajar yang bersifat kognitif dapat menggunakan penilaian tes, sedangkan untuk menilai hasil belajar yang bersifat afektif dan psikomotor digunakan instrument non-tes.
A.     Penyusunan Instrumen Penilaian Non-Tes
1.    Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara komunikasi langsung secara verbal. Sebagai alat penilaian wawancara mempunyai kelebihan yaitu dapat berkomunikasi langsung dengan siswa, sehingga siswa dapat mengungkapkan jawaban dengan lebih bebas dan mendalam. Akan tetapi wawancara juga mempunyaikelemahan yaitu memerlukan waktu yang relative lebih lama. Wawancara dapat dilakukan secara berstruktur atau tidak.
2.  Kuesioner
Kuesioner/Angket Kuesioner atau sering disebut angket merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan. Kuesioner ini memiliki kelebihan yaitu bersifat praktis, hemat waktu dan tenaga. Namun kuesioner juga mempunyai kelemahan yaitu jawaban yang diberikan seringkali tidak objektif, siswa memberikan jawaban yang bersifat pura-pura.
3. Observasi
Observasi digunakan untuk mengukur tingkah laku individu atau terjadinya suatu proses kegiatan yang dapat diamati langsung, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun situasi buatan, seperti tingkahlaku siswa dalam belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Ada tiga jenis observasi yaitu observasi langsung, observasi dengan menggunakan alat (tidak langsung), dan observasi partisipasi.
4.      Studi Kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari individu secara intensif yang dipandang memiliki kasus tertentu. Penekanan utama dalam study kasus adalah mencari penyebab mengapa individu tersebut melakukan sesuatu dan apa pengaruhnya terhadap lingkungan
5.  Sosiometri
Sosiometri Banyak ditemukan di lingkungan sekolah siswa yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kondisi ini perlu diketahui oleh guru dan mencari upaya untuk memperbaikinya, karena hal ini dapat menggangu proses belajarnya.
6.  Analisi hasil karya
Hasil karya yaitu salah satu hasil dokumentasi asli yang dibuat oleh testi (siswa). Dari hasil karya tersebut, guru dapat sesuatu yang berharga sebagai bagian dari prestasi yang dihasilkan siswa.
7.  Catatan Kejadian
Catatan kejadian yaitu catatan peristiwa yang dialami oleh siswa yang dianggap sangat penting bagi siswa maupun sekolah.

B.   Langkah-langkah Pengolahan Instrumen non-tes
1)   Menentukan aspek apa yang akan diukur
2) Menentukan instrumen yang akan digunakan
3) Menentukan batasan atau definisi tentang aspek yang akan diungkapkan
4)   Menentukan format instrumen
5)   Mengembangkan kisi-kisi
6)   Menulis pernyataan yang sesuai dengan kisi-kisi
7)   Analisis rasional terhadap pernyataan yang telah dirumuskan.

IV.   Macam-Macam Model Pembelajaran

1.      Koperatif (CL, Cooperative Learning )
 Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluk sosial yang penuhketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman,tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karenakoperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dankelebihan masing-masing.
2.      Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning )
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily lifemodeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif - nyaman danmenyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami,  tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
3.      Realistik ( RME , Realistic M athematics Education)
 Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization

V.     Model-Model Pembelajaran PAIKEM dan Langkah-Langkah Pembelajarannya
PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inspiratif/Interaktif/Inovatif, Kritis /Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam PAIKEM digunakan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Berikut adalah model pembelajaran PAIKEM dan langkah-langkah pembelajarannya:
1.      Examples non Examples
Langkah-langkah :
·        Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
·        Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
·        Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
·        Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
·        Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
·        Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
·        Kesimpulan

2.      Picture and picture
Langkah-langkah :
·        Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
·        Menyajikan materi sebagai pengantar
·        Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
·        Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
·        Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
·        Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
·        Kesimpulan/rangkuman
3.      Number Heads Together  ( Spencer Kagan, 1992)
Langkah-langkah :
·        Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
·        Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
·        Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
·        Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
·        Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
·        Kesimpulan

4.      Cooperative Scripe (DANSEREAU CS., 1985)
Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah :
·        Guru membagi siswa untuk berpasangan
·        Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
·        Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
·        Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
Sementara pendengar :
  • Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
  • Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
  • Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
  • Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru
  • Penutup

5.      Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi NHT)
Langkah-langkah :
·        Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
·        Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
·        Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
·        Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
·        Kesimpulan

6.      Student Teams-Achievement Divisions/STAD  (SLAVIN, 1995)
Langkah-langkah :
·        Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
·        Guru menyajikan pelajaran
·        Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
·        Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
·        Memberi evaluasi

7.      Jigsaw (ARONSON, BLANEY, STEPHEN, SIKES, AND SNAPP, 1978)
Langkah-langkah :
·        Siswa dikelompokkan ke dalam  4 anggota tim
·        Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
·        Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
·        Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
·        Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
·        Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
·        Guru memberi evaluasi
·        Penutup

8.      Problem Based Introduction (PBI)
Langkah-langkah :
·        Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
·        Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
·        Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
·        Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
·        Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

9.      Artikulas
Langkah-langkah :
·        Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
·        Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
·        Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
·        Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
·        Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
·        Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
·        Kesimpulan/penutup

10.  Mind Mapping
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah :
·        Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
·        Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
·        Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
·        Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
·        Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
·        Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru

11.  Make a Match (Lorna Curran, 1994)
Langkah-langkah :
·        Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
·        Setiap siswa mendapat satu buah kartu
·        Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
·        Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
·        Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
·        Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
·        Demikian seterusnya
·        Kesimpulan/penutup

12.  Think Pair and Share (FRANK LYMAN, 1985)
Langkah-langkah :
·        Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
·        Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
·        Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
·        Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
·        Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa
·        Guru memberi kesimpulan
13.  Debate
Langkah-langkah :
·        Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya kontra
·        Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok di atas
·        Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
·        Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
·        Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
·        Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai

14.  Role Playing
Langkah-langkah :
·        Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
·        Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kbm
·        Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
·        Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
·        Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan
·        Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan
·        Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas
·        Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
·        Guru memberikan kesimpulan secara umum
·        Evaluasi

15.  Group Investigation (Sharan, 1992)
Langkah-langkah :
·        Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
·        Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
·        Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
·        Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan
·        Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok
·        Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
·        Evaluasi

16.  Bertukar Pasangan
Langkah-langkah :
·        Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya
·        Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
·        Setelah selesai setiap pasangan bergabungdengan satu pasangan yang lain
·        Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
·        Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula
17.  Snowball Throwing
Langkah-langkah :
·        Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
·        Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
·        Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
·        Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
·        Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit
·        Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
·        Evaluasi

18.  Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkah :
·        Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
·        Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
·        Memberikan kesempatan siswa/peserta untuk menjelaskan kepada peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya
·        Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa
·        Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu

19.  Cooperative Integrated Reading and Composition (STEVEN & SLAVIN, 1995)
Langkah-langkah :
·        Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
·        Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
·        Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
·        Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
·        Guru membuat kesimpulan bersama

20.  Time Token (Arends 1998)
Struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali

Langkah-langkah :
·        Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL)
·        Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik. Tiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu keadaan
·        Bila telah selesai bicara kopon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap bebicara satu kupon
·        Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Yang masih pegang kupon harus bicara sampai kuponnya habis
·        Dan seterusnya

21.  Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu) SPENCER KAGAN 1992
Langkah-Langkah:
·        Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa
·        Setelah selesai, dua orang dari masing-masing bertamu kedua kelompok yang lain
·        Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka
·        Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain
·        Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka

VI.  Pendidikan Islam Pada Masa Nabi dan Khulafaurrasyidin
A. Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah
Pendidikan Islam pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi 2 periode, yaitu periode Makkah dan Madinah.
1. Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah di Makkah
 Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu al-‘Alaq 1-5 merupakan wahyu yang juga mengandung nilai pendidikan di dalamnya. Kemudian turunlah wahyu ke dua yang memerintahkan nabi untuk berdakwah. Dalam dakwahnya, Nabi Muhammad juga mengajarkan sahabat-sahabat dan ummatnya tentang Islam. Inti pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia, supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta seagai anjuran pendidikan ‘aqliyah dan ilmiyah.
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam pada masa Makkah meliputi:
·        Pendidikan Keagamaan Yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
·        Pendidikan Akliyah dan Ilmiah Yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
·        Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti Yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
·        Pendidikan Jasmani atau Kesehatan.Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.

3.      Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah
              Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agama Islam di Madinah adalah sebagai berikut:

A.     Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial  dan politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik).

B.     Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan.
Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan disempurnakan dengan ayat-ayat yang turun selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.

C.      Pendidikan anak dalam Islam
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan generasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam ke seluruh penjuru alam. Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Tauhid
2. Pendidikan Shalat
3. Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat
4. Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga
5. Pendidikan kepribadian
6. Pendidikan kesehatan
7. Pendidikan akhlak.
Perbedaan ciri pokok pembinaan pendidikan Islam periode kota Makkah dan kota Madinah:
Ø  Periode kota Makkah:
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Ø  Periode kota Madinah:
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.


B. Pendidikan Islam Pada Masa Kulafa al-Rasyidin
1. Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rasul terdekat.
Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.

2. Masa Khalifah Umar bin Khattab
Berkaitan dengan masalah pendidikan, khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-qur’an dan ajaran Islam lainnya. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.
Pelaksanaan pendidikan di masa Khalifah Umar bin Kattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan disamping telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan diberbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitul mal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitul mal.
3. Masa Khalifah Usman bin Affan.
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah.
4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam. Adapun pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin antara lain: Makkah, Madinah, Basrah, Kuffah, Damsyik (Syam) dan Mesir.


VII.  Pendidikan Islam Pada Abad Klasik, Pertengahan, dan Kontemporer
Sejarah peradaban Islam telah dibagi oleh Prof. Dr. harun Nasution dalam tiga periode, yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern.
1.      Periode Klasik
Periode klasik (650 M-1250 M) merupakan zaman kemajuan dan dibagi dalam dua fase, yaitu:
1.      Fase Ekspansi, Integrasi dan Puncak kemajuan (650 M-1000 M).
Pada fase inilah dunia Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Daerah-daerah tersebut tunduk kepada keluasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa ini pulalah berkembang dan memuncaknya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non-agama, dan kebudayaan Islam. Zaman inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hanbal dalam bidang hukum, Imam Asy’ari, Imam al-Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil Ibn ‘Ata’, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Zubair dalam bidang teologi, zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan al-Hajjaj dalam mistisisme atau al-Tasawwuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Miskawaih dalam filsafat, dan Ibn Hasyam, Ibn Hayyan, al-Khawarijmi, al-Mas’udi dan al-Razi dalam bidang ilmu pengetahuan
2.      Fase Disintegrasi (1000 M-1250 M). Di masa ini, keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah, kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu pada tahun 1258 M. Khalifah, sebagai lambang kesatuan politik umat Islam, hilang.
2.      Periode Pertengahan (1250 M-1800 M)
Terdiri dari dua fase:
1.      Fase Kemunduran (1250 M-1500 M)
Dalam fase ini, disentralisasi dan disintegrasi meningkat. Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah dan demikian juga antara Arab dan Persia semakin nyata terlihat. Dunia Islam terbagi dua, yaitu bagian Arab dan bagian Persia. Bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suria, Palestina Mesir dan Afrika Utara, dengan Mesir sebagai pusat,
bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia Tengah, dengan Iran Sebagai Pusat. Kebudayaan Persia mengambil bntuk Internasional dan dengan demikan mendesak lapangan kebudayaan kebudayan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad tertutup makin meluas di kalangan umat Islam. Demikian juga tarekat dengan pengaruh negatifnya, perhatian terhadap ilmu pengetahuan menjadi sangat kurang. Umat Islam di Spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah trsebut.
2.      Fase Tiga Kerajaan Besar (1500 M-1800 M)
Tiga kerajaan besar yang dimaksud dalam fase ini ialah Kerajaan Utsmani (Ottoman Empire) di Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
Fase tiga kerajaan besar ini, oleh Prof. Dr. Harun Nasution dibagi kembali dalam dua periode lagi, yaitu dimulai dengan aman kemajuan (1500 M-1700 M) dan zaman kemunduran (1700 M-1800 M). Di masa kemajuan, ketiga kerajan besar ini mempunyai kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Mesjid-mesjid dan gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih dapat dilihat di Istambul, Tibriz, Isfahan serta kota-kota lian di Iran dan di Delhi. Kemajuan umat Islam di zaman ini lebih banyak merupakan kemajuan di periode klasik. Perhatian terhadap ilmu pengetahuan masih kurang sekali. Di masa kemunduran, Kerajaan Utsmani terpukul oleh Eropa. Kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangan-serangan suku bangsa Afghan, sedangkan daerah kekuasaan Kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-ra India. Kekuatan militer dan kekuatan politik umat Islam menurun. Umat Islam dalam keadaan mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropda dengan kekayaan-kekayaannya yang diangkut dari Amerika dam Timur Jauh, bertambah kay dan maju. Penetrasi Barat yang kekuaannya meningkat ke dunia Islam yang kekuatanya menurun, kian mendalam dan kian meluas. Akhirnya Napoleon pada ahun 1798 M menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting.
3.      Periode Modern ( sejak 1800 M)
Periode modern ialah zaman kebangkitan kembali umat Islam. Jatunya Mesir ke tangan Barat menyadarkan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa Barat telah mempunyai peradaban baru yang lebih tnggi dan merpakn ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikikan bagaimana meninkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. Pada periode modern inilah timbul ide-ide pembaharuan dalam Islam.
VIII.   Hakikat Manusia Dalam Perspektif  Pendidikan
Hakikat pendidikan  merupakan suatu usaha memberdayakan potensi kemanusiaan secara optimal dan terintegrasi untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dengan ciptaan Tuhan lainnya dalam usaha meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan yang maha Esa.
Hakikat manusia dalam pendidikan yaitu  adalah sebagai berikut:
1.      Manusia pada hakikatnya adalah spiritual, setiap manusia memiliki tanggung jawab kekhalifahan di muka bumi ini sebagai wakil Tuhan.
2.      Setiap manusia dalam menjalani kehidupannya dengan keridhaan Allah, dalam artian setiap yang dijalani oleh manusia bernilai ibadah.
3.      Manusia merupakan makhluk sosial yang berbahasa.
4.      Manusia mempunyai tenaga yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi semua kebutuhannya.
5.      Merupakan individu yang rasional dan bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
6.      Setiap manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif serta mampu mengatur dan mengontrol dirinya.
7.      Selalu mengalami proses perkembangan secara terus menerus selama hidupnya.
8.      Merupakan individu yang selalu melibatkan dirinya dalam membantu orang lain dan membuat dunia lebih menyenangkan untuk ditempati.
9.      Merupakan mahkluk Tuhan yang memungkinkan untuk dapat menjadi baik ataupun sebaliknya.
10.  Merupakan individu yang sangat dipengaruhi lingkungan, terutama lingkungan sosial, serta dapat berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
IX.   Aliran-Aliran yang Berkembang dalam Pendidikan
Aliran-aliran dalam pendidikan yang sampai saat ini masih ada dan terus berkembang. Pendidikan dipandang mempunyai peran penting dan besar manfaatnya dalam mencapai keberhasilan perkembangan anak, pendidikan merupakan usaha sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan peserta didik. Aliran tersebut adalah:
A.     Emperisme
Emperisme berasal dari bahasa latin yaitu “empericus“ artinya ”pengalaman“,  aliran ini dinamakan juga dengan “ tabularasa” artinya meja berlapis lilin yang belum ada tulisan di atasnya atau dengan kata lain sesorang dilahirkan seperti kertas kosong, maka pendidikanlah yang menulisnya. Aliran ini menganggap bahwa perkembangan seorang anak seratus persen ditentukan oleh lingkungan atau kepada pengalaman-pengalamannya yang didapat dalam hidupnya.
Teori ini menyimpulkan bahwa manusia dalam hidup dan perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia luar, sedangkan pengaruh-pengaruh dari dalam tidak memberikan apa-apa dalam kehidupan. Oleh karena itu aliran ini juga disebut dengan aliran yang optimisme dalam pendidikan.
Teori emperisme menyatakan bahwa hasil pendidikan dan perkembangan tergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari dunia luar, tokoh aliran ini Jhon Locke (1623-1704), seorang filosof bangsa Inggris.

B.     Nativisme.
Nativisme berasal dari bahsa latin yaitu kata “ nativus” artinya “terlahir”. Seorang akan berkembang berdasarkan apa yang dibawanya dari lahir. Hasil akhir perkembangan dan pendidikan manusia ditentukan oleh pembawaan dari lahir. Pembawaan itu ada baik dan dan buruk. Oleh karena itu seseorang akan berkembang dengan pembawaan baik dan maupun pembawaan buruk yang dibawanya dari lahir.
Lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan tidak berdaya sama sekali dalam mempengaruhi perkembangan anak selanjutya. Oleh karena itu aliran ini merupakan pesimis dalam pendidikan (Pesimisme).
Pelopor aliran ini ialah Schopenhauer seorang filosof bangsa jerman yang hidup ditahun 1788 – 1880. Dia berpendapat “mendidik membiarkan seseorang bertumbuh berdasarkan pembawaannya dan bayi lahir dengan pembawaan baik dan buruk “

C.     Naturalisme
Naturalisme berasal dari bahasa latin “ Nature” yang berarti “ Alam”, tabiat aliran ini dinamakan juga Negativisme yang meragukan pendidikan untuk berkembangnya sesorang karena dia dilahirkan dengan pembawaan yang baik. Ciri utama aliran ini dalam mendidik seseorang kembali ke alam agar pembawaan seseorang yang baik itu tidak dirusak oleh pendidik.
Teori ini dikemukakan oleh J.J Rousseau, seorang filosof dari bangsa Perancis ( 1712-1778 ), dia berpendapat dalam bukunya Emile bahwa: “Semua adalah baik pada waktu baru datang dari tangan sang Pencipta, tapi semua jadi buruk ditangan manusia. ”
Aliran ini juga berpendapat bahwa pendidik hanya yang wajib membiarkan pertumbuhan anak didik saja dengan sedirinya, diserahkan selanjutnya kepada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan.
Menurut Rousseau, pendidikan harus dijauhkan dalam perkembangan anak, dan dijauhkan dari hal yang bersifat dibuat-buat (artificial) dan dapat membawa anak kembali ke alam untuk mempertahankan segala yang baik sebagai yang telah dberikan oleh sang Pencipta karena pendidikan hanya akan merusak pembawaan yang baik tadi.
Ciri utama aliran ini dalam mendidik, yaitu seseorang kembalilah ke alam agar pembawaan seseorang yang baik itu tidak dirusak oleh dan pembawaan yang baik itu berkembang dengan spontan.

D.     Konvergensi
Konvergensi berasal dari bahasa Inggris ( convergence ) artinya pertemuan pada suatu titik. Aliran ini mempertemukan atau mengawinkan dua aliran yang berlawanan di atas antara Nativisme dengan Empirisme. Perkembangan seseorang tergantung kepada pembawaan dan lingkungannya. Dengan kata lain pembawaan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan seseorang, pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh lingkungan, hendaknya para pendidik dapat menciptakan suatu lingkungan yang tepat dan cukup kaya atau beraneka ragam, agar pembawaan dapat berkembang semaksimal mungkin.
Aliran konvergensi dipelopori oleh William Stern ( 1871-1937 ), ia berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.
Pada hakikatnya kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, itu adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbahasa, melalui situasi lingkungannya anak belajar berbahasa, karena itu semua manusia mampu berbahasa. Pada hewan tidak ada pembawaan bahasa dengan kata-kata; karena itu tidak terdapat seekor hewan pun yang dapat berbahasa dengan kata-kata yang penuh dengan pengertian seperti pada makhluk manusia.
William Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu bergantung pada pembawaan dan lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju kesuatu titik pertemuan.

X.     Dimensi Ontology, Epistimology, dan Aksiologi dalam Paradigma Pendidikan
Dalam garis besarnya filsafat mempunyai tiga cabang besar yaitu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori nilai.
A.  Epistimologi
Epistimologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Tatkala manusia baru lahir, ia tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun. Nanti, tatkala ia 40 tahunan pengetahuannya banyak sekali sementara kawannya yang seumur dengannya mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dari pada dia dalam bidang yang sama atau berbeda. Bagaimana mereka itu masing-masing mendapat pengetahuan itu? Mengapa dapat juga berbeda tingkat akurasinya? Hal-hal semacam ini dibicarakan dalam epistimologi.

2.        Ontologi
Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi obyek-obyeknya untuk memperoleh pengetahuan. Obyek-obyek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat atau ontologi.
Apa itu hakikat? Hakikat ialah realitas, realitas ialah ke-real-an. “real” atinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang berubah.

3.      Aksiologi
Untuk mengetahui kegunaan pendidikan atau untuk apa pendidikan itu digunakan atau apa guna. Dalam aksiologi membahas kegunaan dari sesuatu. Selain itu aksiologi juga membahas tujuan atau manfaat sesuatu.

XI.  Konsep Fitrah dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia
Dalam dimensi pendidikan, keutamaan dan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk Alllah lainnya, terangkum dalam kata “fitrah”. Secara bahasa fitrah berasal  dari kata fathara yang berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari akar kata “al-fathr” yang berarti belahan atau pecahan. Secara umum pemaknaan kata fitrah dapat dikelompokkan ke dalam empat yaitu:
  1. Proses penciptaan langit dan bumi
  2. Proses penciptaan manusia
  3. Pengaturan alam semesta beserta isinya dengan serasi dan seimbang
  4. Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya (ma’rifat al-iman)
Para pemikir muslim cendrung memaknai kata fitrah berdasarkan QS:30:30 sebagai potensi manusia untuk beragama. Ada juga yang memaknai bahwa fitrah merupakan bawaan yang telah diberikan Allah sejak manusia berada dalam alam rahim.
Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “Setiap anak manusia itu terlahir dalam fitrahnya, kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai (anak) nya, apakah menjadikannya seorang yahudi, nasrani, atau majusi.” (HR Aswad Bin Sari).
Dari sekian banyak pengertian tentang fitrah, maka dapat diambil kata kunci bahwa fitrah adalah potensi manusia. Dari beberapa pendapat para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat diambil kesimpulan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:

  1. Potensi agama
  2. Potensi akal yang mencangkup spiritual
  3. Potensi fisik atau jasadiah
  4. Potensi rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu.
XII.   Prinsip Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences System) dalam Kaitan Perbuatan Atau Amaliyah
Manusia merupakan makhluk pilihan Allah yang mengembangkan tugas ganda, yaitu sebagai khalifah Allah dan Abdullah (Abdi Allah). Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia dibekali dengan sejumlah potensi di dalam dirinya. Hasan Langgulung mengatakan, potensi-potensi tersebut berupa ruh, nafs, akal, qalb, dan fitrah. Sejalan dengan itu, Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa potensi dasar tersebut berupa jasmani, rohani, dan fitrah namun ada juga yang menyebutnya dengan jismiah, nafsiah dan ruhaniah.
1.      Aspek  jismiah
Aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik-biologis, serta sistem sel, syaraf dan kelenjar diri manusia. Organ fisik manusia adalah organ yang paling sempurna diantara semua makhluk. Alam fisik-material manusia tersusun dari unsur tanah, air, api dan udara. Keempat unsur tersebut adalah materi dasar yang mati. Kehidupannya tergantung kepada susunan dan mendapat energi kehidupan yang disebut dengan nyawa atau daya kehidupan yang merupakan vitalitas fisik manusia. Kemampuannya sangat tergantung kepada sistem konstruksi susunan fisik-biologis, seperti: susunan sel, kelenjar, alat pencernaan, susunan saraf sentral, urat, darah, tulang, jantung, hati dan lain sebagainya. Jadi, aspek jismiah memiliki dua sifat dasar. Pertama berupa bentuk konkrit berupa tubuh kasar yang tampak dan kedua bentuk abstrak berupa nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak jismiah inilah yang akan mampu berinteraksi dengan aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.

2.      Aspek nafsiah
Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas insaniah yang khas dimiliki dari manusia berupa pikiran, perasaan dan kemauan serta kebebasan. Dalam aspek nafsiah ini terdapat tiga dimensi psikis, yaitu dimensi nafsu, ‘aql, dan qalb.
3.      Aspek ruhaniah
Aspek ruhiyah adalah keseluruhan potensi luhur (high potention) diri manusia. Potensi luhur itu memancar dari dimensi ruh dan fitrah. Kedua dimensi ini merupakan potensi diri manusia yang bersumber dari Allah. Aspek ruhaniyah bersifat spiritual dan transedental. Spiritual, karena ia merupakan potensi luhur batin manusia yang merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Bersifat transidental, karena mengatur hubungan manusia dengan yang Maha transenden yaitu Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi fitrah.
Dari penjabaran diatas, dapat disebutkan bahwa aspek jismiah bersifat empiris, konkrit, indrawi, mekanistik dan determenistik. Aspek ruhaniah bersifat spiritual, transeden, suci, bebas, tidak terikat pada hukum dan prinsip alam dan cenderung kepada kebaikan. Aspek nafsiah berada diantara keduanya dan berusaha mewadahi kepentingan yang berbeda.
XIII.    Landasan-Landasan Pendidikan
A.     Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu. Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat.
Essensialisme, perenialisme, pragmatisme, progresivisme, rekonstruksionalisme, dan pancasila adalah merupakan aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi pandangan, konsep dan praktik pendidikan.
B.     Landasan Sosiologis
Manusia selalu hidup bersama dengan manusia lain. Bagi bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah dan bawah. Fenomina-fenomina sosial dan struktur sosial yang ada pada masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan..
C.     Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan erat.  Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang.
D.    Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting, karena yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia.
E.     Landasan Ilmiah dan Teknologi serta Seni
Pendidikan dan IPTEKS mempunyai kaitan yang sangat erat, karena IPTEKS merupakan salah satu bagian dari sisi pengajaran, jadi pendidikan sangat penting dalam rangka pewarisan atau tranmisi IPTEKS, sementara pendidikan itu sendiri juga menggunakan IPTEKS sebagai media pendidikan.
XIV.   Pengertian dan Macam-macam Kurikulum di Indonesia
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang diperlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
Dalam perjalanannya, dunia pendidikan Indonesia telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dalam kurun waktu tersebut hingga sekarang telah banyak kurikulum yang berkembang, yaitu:
A.     Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan adalah Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka
Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama.
B.     Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

C.     Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

D.    Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat ituMetode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

E.     Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta  periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.

F.      Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.



G.    Kurikulum 2004
Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kurikulum ini bertujuan pada penilaian kompetensi siswa. Akan tetapi, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

H.    KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.






XV.  Landasan dan Komponen Pengembangan Kurikulum
A.      Landasan-Landasan Pengembangan Kurikulum
1.      Landasan Filsafat
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2.      Landasan Psikologis
Terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu: psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.[10]
3.      Landasan Sosial-Budaya
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, diharapkan manusia dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat. Maka, berlandaskan ini juga kurikulum ikut berkembang.
4.      Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
B.     Komponen – Komponen Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen pembentuk yang satu sama lainnya saling berkaitan. Komponen-komponen pembentuk kurikulum tersebut di antaranya adalah :
  1. Komponen Tujuan
Komponen tujuan merupakan komponen pembentuk kurikulum yang berkaitan dengan hal-hal yang ingin dicapai atau hasil yang diharapkan dari kurikulum yang akan dijalankan. Dengan membuat tujuan yang pasti, itu akan membantu dalam proses pembuatan kurikulum yang sesuai dan juga membantu dalam pelaksanaan kurikulumnya  agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
  1. Komponen Isi atau Materi dalam Kurikulum
Komponen isi atau materi dalam kurikulum merupakan apa-apa yang akan diberikan atau diajarkan kepada peserta didik agar peserta didik dapat memiliki keterampilan atau bahkan dapat membuat prestasi yang merupakan tujuan dari dijalankannya kurikulum tersebut. Materi yang ada dalam kuirkulum haruslah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam mencapai tujuan dan materi yang ada juga haruslah menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, seperti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
  1. Komponen Metode atau Strategi
Komponen metode atau strategi merupakan komponen yang cukup penting karena metode dan strategi yang digunakan dalam kurikulum tersebut menentukan apakah materi yang diberikan atau tujuan yang diharapkan dapat tercapai atau tidak. Sebagus apapun tujuan atau materi yang dibuat dalam kurikulum, tapi apabila metode atau strategi yang digunakan tidak tepat, maka tujuan dari kurikulum tersebut tidak akan mudah dicapai atau bahkan tidak tercapai sama sekali. Untuk itu pemilihan atau pembuatan metode atau strategi dalam menjalankan kurikulum yang telah dibuat haruslah sesuai dengan materi yang akan diberikan dan tujuan yang ingin dicapai.
4.      Media Mengajar
Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yaang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar. Seiring berkembangnya teknologi, semakin bervariasi juga media yang ada.
5.      Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan bagian dari pembetuk kurikulum yang berperan sebagai cara untuk mengukur atau melihat apakah tujuan yang telah dibuat itu tercapai atau tidak, selain itu dengan melakukan evaluasi, kita dapat mengetahui apabila ada kesalahan pada materi yang diberikan atau metode yang digunakan dalam menjalankan kurikulum yang telah dibuat dengan melihat hasil dari evaluasi tersebut. Dengan begitu, kita juga dapat segera memperbaiki kesalahan yang ada atau mempertahankan bahkan meningkatkan hal-hal yang sudah baik atau berhasil.

XVI.   Model-Model Pengembangan Kurikulum
A. The administrative model
Model pengembangan ini merupakan yang paling lama dan paling banyak dikenal. Dinamakan demikian karena inisiatif dan gagasan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
B. The grass roots model
Dalam konsep pengembangan kurikulum ini inisiatif datang dari guru-guru sekolah. Model pengembangan yang pertama digunakan untuk pengelolaan yang bersifat sentralisasi sedangkan yang kedua untuk pengelolaan yang desentralisasi.
C. Beauchamp’s system
Dinamakan demikian karena Beaucahamplah yang mengembangkannya. Dimana dalam penyusunannya beliau mengemukakan 5 hal, yaitu:
1.      Menetapkan area atau lingkup dari kurikulum tersebut.
2.      Menetapkan personalia
3.      Perumusan organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum
4.      Implementasi atau pelaksanaan kurikulum
5.      Evaluasi kurikulum yang meliputi evaluasi pelaksanaan ,desain ,hasil belajar , dan keseluruhan system
D. The demontrasion model
Dalam model ini sekelompok guru bekerjasama dengan sekelompok ahli untuk mengadakan perbaikan kurikulum. Sifat kurikulum ini mengubah atau mengganti kurikulum yang ada sehingga sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
E. Taba’s inverted model
Dalam pengembangan kurikulum model ini pengembangan bersifat induktif yang bertujuan untuk merangsang timbulnya inovasi dan kreatifitas.[11]
F. Roge’s interpersonal relation model
Dalam model pengembangan ini Roge memasukkan konsep-konsepnya mengenai psikoterapi ke dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum.
G. The systematic action reserc model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan social.hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan orang tua, siswa, guru ,masyarakat dll.Sesuai dengan asumsi ,model ini menekankan pada tiga hal yaitu hubungan insani ,sekolah dan organisasi masyarakat ,seta wibawa dari pengetahuan professional.
H. Emerging technical model
Dalam model ini pengembangan dimulai dari mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum,dimana tiap-tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan.Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum tersebut.Setelah diadakan pengolahan kemudian disesuaikan dengan kemampuan hasil belajar yang dicapai siswa disimpan.



XVII.     Macam-Macam Media dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin “medius” yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (WASAAILU) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima. Ada bermacam-macam media pembelajaran. Secara garis besar dapat digolongkan menjadi:
1.      Dilihat dari jenisnya, media terbagi menjadi:
·        Media auditif 
·        Media visual
·        Media audio visual
2.       Dilihat dari daya liputnya, media terbagi menjadi:
·        Media dengan daya liput luas dan serentak ( Seperti radio dan televisi serta internet.)
·        Media dengan daya liput terbatas oleh ruang dan tempat. Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti ruang sound slides film rangkai, yang harus menggunakan tempat tertutup dan gelap.
3.      Media untuk pembelajaran individual.
Media ini penggunaannya hanya untuk seorang diri. Termasuk media ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.
4.      Dilihat dari bahan-bahannya, media terbagi menjadi:
·        Media sederhana. Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit.
·        Media kompleks. Media ini adalah media yang bahan dasarnya kompleks sulit di dapat serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang memadai.
5.      Berdasarkan perkembangan teknologi, media pendidikan dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok:
·        Teknologi cetak
·        Teknologi audio-visual Adalah cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.
·        Teknologi berbasis komputer Merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan mengguanakan sumber-sumber yang berbasis mikro-prosesor.
·        Teknologi gabungan Adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer.

XVIII.   Model-Model Pengembangan Perencanaan Pengajaran
1.      Model ekspositori
            Model ekspositori bermaksud penerangan yang jelas dan terperinci. Dalam konteks pengajaran ekspositori merupakan penyampaian maklumat atau isi kandungan pelajaran secara langsung kepada murid-murid di dalam kelas.
            Oleh itu, kaedah ekspositori ialah cara penyampaian pelajaran melalui penerangan, bercerita atau demonstrasi dengan tujuan mengajar sesuatu. Dalam model ekspositori ini, guru memberi penerangan terlebih dahulu dan murid mendengar dengan teliti hingga mereka memahami dan mengingat isi pentingnya dalam buku nota mereka.

2.      Model Inkuiri
            Kaedah Inkuiri merangkum segala proses soal selidik untuk mendapatkan jawaban atau kesimpulan daripada persoalan, atau daripada masalah yang dikemukakan. Inkuiri boleh dikendalikan berdasarkan salah satu daripada tiga model yaitu:
i) model inkuiri sains yang digunakan untuk mengkaji prinsip, fenomena dan ciri-ciri unsur sains. Proses penyelesaian masalah bagi model ini iaitu mengenal pasti masalah, mencari maklumat, membuat hipotesis, menilai dan membuat rumusan.

ii) model inkuiri sosial yang digunakan untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan bidang bkemasyarakatan dan kemanusiaan. Proses kajian adalah berlandaskan kepada aktiviti pemerhatian, temubual atau soal selidik.

iii) model inkuiri juris prudental yang digunakan untuk mencari kebenaran dan ketepatan isu-isu seperti balajar Sains dan Sastera. Proses inkuiri ini adalah berlandaskan kepada aktivitias perdebatan.   

3.      Model Inkuiri-Penemuan
            Model ini sebenarnya terhasil daripada gabungan kaedah inkuiri dan kaedah penemuan. Namun kaedah inkuiri dan kaedah penemuan adalah berlainan, tetapi pendekatan, strategi, tujuan, prinsip dan langkah-langkah menjalankan aktiviti kajiannya adalah sama.
            Seperti kaedah inkuiri dan kaedah penemuan, model inkuiri-penemuan merangkumi semua aktiviti merancang, menyiasat, menganalisis dan menemui. Pembelajaran melalui kaedah ini memerlukan kemahiran-kemahiran seperti membuat perbandingan dan mencari ciri-ciri yang sama untuk membentuk suatu generasi yang diharapkan.  
           
4.      Model Perbincangan Dalam Konteks Biasa
            Model perbincangan biasa ini adalah sesuai untuk strategi pengajaran dan pembelajaran keseluruhan kelas di antara guru dengan murid, dan kumpulan-kumpulan kecildi antara murid dengan murid.
            Langkah-langkah perbincangan ini biasanya mengandungi lima peringkat, yaitu: peringkat rancangan, permulaan, perbincangan, rumusan dan penutup.

5.      Model ASSURE
Model ini telah diperkenalkan oleh Heinich, Molanda, Russell (1989).
Assure bermaksud " memastikan sesuatu berlaku." Singkatan akronim ASSURE adalah,
A - Analyse learner (Analisis pelajar)
S - State objective (nyatakan objektif)
S - Select, modify or make media ( pilih, baiki atau bina media)
U - Use media (gunakan media)
R - Require learner response (keperluan tindakan)
E - Evaluate materials (menilai)






XIX.   Tripusat Komponen-Komponen Pendidikan
Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan masyarakat dan ketiganya disebut tripusat pendidikan.
Tri Pusat Pendidikan adalah tiga pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 cakupan Tri pusat pendidikan adalah :
a) Pendidikan keluarga
b) Pendidikan sekolah
c) Pendidikan masyarakat
Secara rinci pengertian dari masing – masing pusat pendidikan tersebut adalah sebagai berikut :
A.      Pendidikan keluarga
Pendidikan yang terjadi di lingkungan keluarga berlangsung secara alamiah dan wajar sehingga disebut pendidikan informal yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari – hari dengan sadar atau tidak yang mana kegiatan pendidikannya dilaksanakan tanpa suatu organisasi yang ketat dan tanpa adanya program waktu.

B.     Pendidikan sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan telah ada sejak beberapa abad yang lalu, yaitu pada zaman Yunani kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa yunani “Schola” yang berarti waktu menganggur atau waktu senggang. Bangsa Yunani kuno mempunyai kebiasaan berdiskusi guna menambah ilmu dan mencerdaskan akal. Lambat laun usaha diselenggarakan secara teratur dan berencana (secara formal) sehingga akhirnya timbullah sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan akal.  
Sekolah sebagai pusat pendidikan formal merupakan perangkat masyarakat yang diserahi kewajiban pemberian pendidikan dengan organisasi yang tersusun rapi, mulai dari tujuan, penjejangan, kurikulum, administrasi dan pengelolaannya.

C.      Pendidikan masyarakat
Didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan bahwa masyarakat adalah pergaulan hidup manusia atau perkumpulan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan – ikatan aturan tertentu yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai suatu kelompok serta saling membutuhkan.
Kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih dan bekerja sama di bidang tertentu untuk mencapai tujuan tertentu adalah merupakan sumber pendidikan bagi warga masyarakat , seperti lembaga – lembaga sosial budaya, yayasan – yayasan, organisasi – organisasi, perkumpulan – perkumpulan yang semuanya itu merupakan unsur – unsur pelaksana asas pendidikan masyarakat.
Pendidikan masyarakat adalah pendidikan non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja, terencana dan terarah kepada seluruh anggotanya yang pluralistic (majemuk) tetapi tidak dipersyaratkan berjenjang serta dengan aturan-aturan yang lebih longgar untuk mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang baik demi tercapainya kesejahteraan social para anggotanya.

XX.  RPP dan Silabus
A.     Pengertian Silabus
Istilah silabus dapat didevinisikan sebagai “garis besar, ringkasan, atau pokok-pokok isi atau materi pelajaran”. Silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standart kompetensi dan kemampuan dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam mencapai standart kompetensi dan kemampuan dasar.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.

B.     Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran  (RPP)
RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk menecapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan di jabarkan dalam silabus. RPP merupakan perencanaan pengajaran dan pembelajaran harian dan mingguan.





                [1] Ramly Maha. 2007. Rancangan Pembelajaran (Desain Instruksional). Banda Aceh: Ar-Raniry Press, H. 121
                [2] Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan: prinsip dan operasionalnya. Jakarta: Bumi aksara, h. 2
                [3] Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan…,  h. 57
                [4] Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidika n: prinsip dan operasionalnya. Jakarta: Bumi aksara,H. 58
                [5] B. Suryosubroto. 2005. Tatalaksana…, H. 144
                [6] B. Suryosubroto. 2005. Tatalaksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta, H. 143
                [7] Suharsimi Arikunto. 2008. Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, H. 155
                [8] Suharsimi Arikunto. 2008. Dasar Dasar…, H.156
                [9] Suharsimi Arikunto. 2008. Dasar Dasar…, H. 157
                [10] Nana Syaodih Sukmadinata. 2001. Pengembangan Kurikulum :Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya, h. 45-46
                [11]  Nana Syaodih Sukmadinata. 2001. Pengembangan Kurikulum :Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya, h. 166