KEPENDIDIKAN
I.
Pengertian
dan Macam-Macam Evaluasi (Sumatif, Formatif dan Diagnotik)
Evaluasi berasal dari evaluation yang berarti penilaian dan di adopsi
ke dalam bahasa Indonesia menjadi evaluasi. Banyak sekali definisi tentang evaluasi, di antaranya:
Evaluasi adalah sebuah proses yang menentukan kondisi dimana suatu tujuan telah
dapat dicapai. Definisi lain yang berkaitan dengan proses hasil belajar siswa
yaitu: Evaluasi merupakan proses penilaian pertumbuhan siswa dalam proses
belajar mengajar.
Berdasarkan beberapa definisi
evaluasi dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan serangkaian kegiatan
sistematis yang dilakukan dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu kegiatan
pendidikan telah berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau belum. Teknis
pelaksanaan evaluasi meliputi penetapan objek yang akan dievaluasi, menentukan
instrumen yang cocok dengan apa yang akan dievaluasi, melakukan pengukuran
terhadap objek evaluasi, mengumpulkan data hasil pengukuran data mengolah data
yang didapatkan dari hasil pengukuran. Berdasarkan data pengukuran dapat
dijadikan babagai rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam
menentukan keputusan.
A.
Macam-Macam Evaluasi
1.
Evaluasi
Summatif
Evaluasi summatif adalah evaluasi, atau
penilaian menyeluruh pada tahap akhir pembelajaran siswa yang bertujuan untuk
mengetahui posisi siswa serta berhasil atau tidaknya siswa dalam pembelajaran selama kurun waktu
tertentu. Evaluasi summatif ini secara
umum bertujuan untuk menentukan posisi siswa dalam kaitannya dengan penguasaan
materi pembelajaran yang telah diikuti selama satu proses pembelajaran.
Jika dalam evaluasi ini siswa
dinyatakan berhasil, maka siswa tersebut akan direkomendasikan ke jenjang kelas
yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila siswa dinyatakan gagal dalam pencapaian
hasil belajar, diberi remidi lagi atau tetap mengulang di kelas yang sama.
Untuk mengevaluasi pembelajaran
secara keseluruhan, maka dibutuhkan tes atau alat pengukurnya, di antaranya
adalah test summatif. Test summatif ialah evaluasi atau usaha penilaian hasil belajar yang
berupa test (soal-soal pertanyaan) yang dilakukan setelah kegiatan belajar
mengajar berlangsung dalam satuan waktu tertentu, misalnya setelah satu catur
wulan.
2.
Evaluasi
Formatif
Selain evaluasi summatif, juga ada evaluasi formatif yang bertujuan
untuk memperbaiki proses pembelajaran maupun strategi pengajaran yang
ditetapkan dalam satuan waktu tertentu. Satuan waktu itu bervariasi, di awal,
di tengah, dan di akahir semester. Penilaian formatif sendiri merupakan
gambaran bagi evaluator dan guru bidang studi untuk perbaikan sistem pengajaran
jika dalam evaluasi tersebut banyak siswa yang dinyatakan gagal.
Evaluasi formatif dapat dilakukan dengan menggunakan test formatif yang
dibuat oleh guru ataupun sekolah. Test formatif adalah usaha atau penilaian
hasil belajar yang berupa test (soal-soal pertanyaan) yang diberikan kepada
siswa setelah satu pokok bahasan selesai dipelajari.
3. Evaluasi
Diagnotik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi
yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan
yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi
diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama
proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon
siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk
mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh
siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan
pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat
memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara
pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan
siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.
II.
Penyusunan
Instrumen Tes Ranah Kognitif (C1-C6) dan Pengolahannya
A.
Penyusunan Instrumen
Ranah kognitif adalah ranah yang
mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut
aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif
berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir,
mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
Evaluasi hasil belajar kognitif
dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis tersebut dibuat sesuai dengan
tingkatan kognitif yang ingin dilihat atau evaluasi, dari tahap berpikir awal
(C1) sampai tahap berpikir akhir (C6). Berikut adalah model soal tulisan dalam
ranah kognitif:
1. Soal Ingatan (C1)
Pertanyaan ingatan biasanya dimulai dengan kata-kata mendefinisikan,
mendeskripsikan, mendaftar, menjodohkan, menyebutkan dan mereproduksikan. Pertanyaan
ingatan biasa digunakan untuk mengukur penguasaan materi yang berupa fakta,
istilah, definisi, klasifikasi, atau kategori, urutan maupun kriteria.
2. Soal pemahaman (C2)
Apabila soal ingatan dapat dijawab dengan melihat buku atau catatan,
tidaklah demikian dengan soal pemahaman. Untuk menyusun soal pemahaman diperlukan
pemahaman untuk menjawab soal tersebut. Pertanyaan pemahaman biasanya
menggunakan kata-kata perbedaan, perbandingan, menduga, mengeneralisasikan,
menuliskan contoh, menuliskan kembali, memperkirakan.
3. Soal Aplikasi (C3)
Soal aplikasi adalah soal yang mengukur kemampuan siswa dalam
mengaplikasikan atau menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah
sehati-hari atau persoalan yang dikemukakan oleh pembuat soal. Kata-kata
yang digunakan dalam soal aplikasi adalah mengubah, menghitung, menemukan,
memanipulasikan, memodifikasikan, menghubungkan, menunjukkan dan menggunakan.
4. Soal Analisis (C4)
Soal analisis adalah soal yang menuntut kemampuan siswa untuk
menganalisis atau menguraikan sesuatu persoalan untuk diketahui bagian-bagiannya. Kata-kata
yang digunakan atau kemampuan yang dituntut antara lain meliputi: memerinci,
menyusun diagram, membedakan, mengilustrasikan, menyimpulkan, memilih,
memisahkan, dan membagi.
5. Soal Sintesis (C5)
Soal analisis juga harus dimulai dengan sebuah kasus. Berdasarkan atas
penelaahan kasus tersebut siswa diminta untuk mengadakan sintetis yaitu,
menyimpulkan, mengategorikan, mengkombinasikan, mengarang, membuat design,
mengorganisasikan, menghubungkan, menuliskan kembali, membuat rencana,
menyusun, menciptakan.
6. Soal Evaluasi (C6)
Soal evaluasi adalah soal yang berhubungkan dengan menilai, mengambil
kesimpulan, membandingkan, mempertentangkan, menkritik, mendeskripsikan,
membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan.
B. Pengolahan Instrumen Tes Ranah Kognitif
1)
Menetapakan tujuan penilaian
atau tujuan tes
2)
Menganalisis
dokumen-dokumen
3)
Mengembangkan
Kisi-kisi
4)
Menulis Soal
5)
Analisis Rasional.Maksudnya adalah soal yang telah
dirumuskan dianalisis kembali, ditimbang (di
judge) baik oleh sendiri maupun oleh orang lain.
6)
Revisi
soal
7)
Merakit
soal
8)
Uji
coba lapangan
9)
Analisis
hasil uji coba (analisi empiris). Hal yang di analisis mencakup analisis butir soal
dan analisis tes secara keseluruhan.
10) Revisi dan perakitan ulang
11) Perbanyakan
12) Pelaksanaan tes
13) Skoring
14) Pemanfaatan hasil
III.
Penyusunan Instrumen Penilaian Non-Test dan
Pengolahannya
Untuk mengetahui hasil belajar yang bersifat kognitif dapat
menggunakan penilaian tes, sedangkan untuk menilai hasil belajar yang bersifat afektif dan psikomotor digunakan instrument
non-tes.
A.
Penyusunan Instrumen Penilaian Non-Tes
1.
Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara komunikasi langsung secara verbal. Sebagai alat
penilaian wawancara mempunyai kelebihan yaitu dapat berkomunikasi langsung dengan siswa, sehingga siswa dapat mengungkapkan
jawaban dengan lebih bebas dan mendalam. Akan tetapi wawancara juga mempunyaikelemahan
yaitu memerlukan waktu yang relative lebih lama. Wawancara dapat dilakukan
secara berstruktur atau tidak.
2.
Kuesioner
Kuesioner/Angket
Kuesioner atau sering disebut angket merupakan alat pengumpul data melalui
komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan. Kuesioner ini memiliki
kelebihan yaitu bersifat praktis, hemat waktu dan tenaga. Namun kuesioner juga
mempunyai kelemahan yaitu jawaban yang diberikan seringkali tidak objektif,
siswa memberikan jawaban yang bersifat pura-pura.
3.
Observasi
Observasi digunakan untuk mengukur tingkah
laku individu atau terjadinya suatu proses kegiatan yang
dapat diamati langsung, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun situasi buatan, seperti tingkahlaku siswa dalam
belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Ada tiga jenis observasi
yaitu observasi langsung, observasi dengan menggunakan alat (tidak langsung),
dan observasi partisipasi.
4.
Studi Kasus
Studi kasus pada
dasarnya mempelajari individu secara intensif yang dipandang memiliki kasus tertentu. Penekanan utama dalam study
kasus adalah mencari penyebab mengapa individu tersebut melakukan sesuatu dan
apa pengaruhnya terhadap lingkungan
5. Sosiometri
Sosiometri Banyak
ditemukan di lingkungan sekolah siswa yang kurang mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Kondisi ini perlu diketahui oleh
guru dan mencari upaya untuk memperbaikinya, karena hal ini dapat menggangu
proses belajarnya.
6.
Analisi
hasil karya
Hasil karya yaitu
salah satu hasil dokumentasi asli yang dibuat oleh testi (siswa). Dari hasil
karya tersebut, guru dapat sesuatu yang berharga sebagai bagian dari prestasi yang dihasilkan siswa.
7.
Catatan Kejadian
Catatan kejadian yaitu catatan peristiwa yang dialami oleh siswa yang
dianggap sangat penting bagi siswa maupun sekolah.
B.
Langkah-langkah Pengolahan
Instrumen non-tes
1) Menentukan
aspek apa yang akan diukur
2) Menentukan
instrumen yang akan digunakan
3) Menentukan
batasan atau definisi tentang aspek yang akan diungkapkan
4) Menentukan
format instrumen
5) Mengembangkan
kisi-kisi
6) Menulis pernyataan yang sesuai dengan kisi-kisi
7) Analisis
rasional terhadap pernyataan yang telah dirumuskan.
IV.
Macam-Macam Model Pembelajaran
1. Koperatif (CL, Cooperative Learning )
Pembelajaran koperatif sesuai dengan
fitrah manusis sebagai makhluk sosial yang penuhketergantungan dengan orang
lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa
senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif,
siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan,
pengalaman,tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karenakoperatif adalah miniature dari hidup
bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dankelebihan masing-masing.
2.
Kontekstual (CTL,
Contextual Teaching and Learning )
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran
yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi)
yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily lifemodeling), sehingga
akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi
belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi
kondusif - nyaman danmenyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah
aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan
pengembangan kemampuan sosialisasi.
3. Realistik ( RME , Realistic M athematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME)
dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam
mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization
V.
Model-Model Pembelajaran PAIKEM
dan Langkah-Langkah Pembelajarannya
PAIKEM
adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inspiratif/Interaktif/Inovatif,
Kritis /Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam PAIKEM digunakan
prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Berikut adalah model
pembelajaran PAIKEM dan langkah-langkah pembelajarannya:
1.
Examples non Examples
Langkah-langkah :
·
Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan
pembelajaran
·
Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
·
Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
·
Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari
analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
·
Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
·
Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai
menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
·
Kesimpulan
2.
Picture and picture
Langkah-langkah :
·
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
·
Menyajikan materi sebagai pengantar
·
Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan
berkaitan dengan materi
·
Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian
memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
·
Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
·
Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan
konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
·
Kesimpulan/rangkuman
3.
Number Heads Together (
Spencer Kagan, 1992)
Langkah-langkah :
·
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapat nomor
·
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya
·
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
·
Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
·
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang
lain
·
Kesimpulan
4.
Cooperative Scripe (DANSEREAU CS., 1985)
Metode belajar dimana siswa bekerja
berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari
materi yang dipelajari
Langkah-langkah :
·
Guru membagi siswa untuk berpasangan
·
Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan
membuat ringkasan
·
Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
·
Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
Sementara pendengar
:
- Menyimak/mengoreksi/menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap
- Membantu
mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya
atau dengan materi lainnya
- Bertukar peran,
semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta
lakukan seperti diatas.
- Kesimpulan
Siswa bersama-sama dengan Guru
- Penutup
5.
Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi NHT)
Langkah-langkah :
·
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapat nomor
·
Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor
terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat
soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil
pekerjaan dan seterusnya
·
Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok.
Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa
bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang
sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
·
Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
·
Kesimpulan
6.
Student Teams-Achievement Divisions/STAD (SLAVIN, 1995)
Langkah-langkah :
·
Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen
(campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
·
Guru menyajikan pelajaran
·
Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
·
Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab kuis tidak boleh saling membantu
·
Memberi evaluasi
7.
Jigsaw (ARONSON, BLANEY, STEPHEN, SIKES, AND SNAPP,
1978)
Langkah-langkah :
·
Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim
·
Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
·
Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
·
Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari
bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan sub bab mereka
·
Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali
ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab
yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
·
Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
·
Guru memberi evaluasi
·
Penutup
8.
Problem Based Introduction (PBI)
Langkah-langkah :
·
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik
yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah
yang dipilih.
·
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas,
jadwal, dll.)
·
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan
data, hipotesis, pemecahan masalah.
·
Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
·
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
9.
Artikulas
Langkah-langkah :
·
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
·
Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
·
Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok
berpasangan dua orang
·
Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang
baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat
catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
·
Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil
wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan
hasil wawancaranya
·
Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya
belum dipahami siswa
·
Kesimpulan/penutup
10.
Mind Mapping
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal
siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah :
·
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
·
Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi
oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
·
Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
·
Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban
hasil diskusi
·
Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil
diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
·
Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau
guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru
11.
Make a Match (Lorna Curran, 1994)
Langkah-langkah :
·
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep
atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan
bagian lainnya kartu jawaban
·
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
·
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
·
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal jawaban)
·
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas
waktu diberi poin
·
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya
·
Demikian seterusnya
·
Kesimpulan/penutup
12.
Think Pair and Share (FRANK LYMAN, 1985)
Langkah-langkah :
·
Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin
dicapai
·
Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang
disampaikan guru
·
Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2
orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
·
Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan
hasil diskusinya
·
Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada
pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa
·
Guru memberi kesimpulan
13.
Debate
Langkah-langkah :
·
Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg
lainnya kontra
·
Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan
didebatkan oleh kedua kelompok di atas
·
Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu
anggotanya kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh
kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa
mengemukakan pendapatnya.
·
Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis
inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang
diharapkan guru terpenuhi
·
Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
·
Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat
kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai
14.
Role Playing
Langkah-langkah :
·
Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
·
Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari
sebelum kbm
·
Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
·
Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
·
Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan
skenario yang sudah dipersiapkan
·
Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil
memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan
·
Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan
kertas sebagai lembar kerja untuk membahas
·
Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
·
Guru memberikan kesimpulan secara umum
·
Evaluasi
15.
Group Investigation (Sharan, 1992)
Langkah-langkah :
·
Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
·
Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
·
Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga
satu kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
·
Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara
kooperatif berisi penemuan
·
Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan
hasil pembahasan kelompok
·
Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
·
Evaluasi
16.
Bertukar Pasangan
Langkah-langkah :
·
Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan
pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya
·
Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan
pasangannya
·
Setelah selesai setiap pasangan bergabungdengan satu pasangan
yang lain
·
Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing
pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
·
Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian
dibagikan kepada pasangan semula
17.
Snowball Throwing
Langkah-langkah :
·
Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
·
Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
·
Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya
masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada
temannya
·
Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas
kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang
sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
·
Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari
satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit
·
Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan
kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas
berbentuk bola tersebut secara bergantian
·
Evaluasi
18.
Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkah :
·
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
·
Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
·
Memberikan kesempatan siswa/peserta untuk menjelaskan kepada
peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep
maupun yang lainnya
·
Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa
·
Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu
19.
Cooperative Integrated Reading and Composition (STEVEN &
SLAVIN, 1995)
Langkah-langkah :
·
Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara
heterogen
·
Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik
pembelajaran
·
Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok
dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
·
Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
·
Guru membuat kesimpulan bersama
20. Time Token (Arends
1998)
Struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk
menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali
Langkah-langkah :
·
Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative
learning / CL)
·
Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik.
Tiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu keadaan
·
Bila telah selesai bicara kopon yang dipegang siswa
diserahkan. Setiap bebicara satu kupon
·
Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Yang
masih pegang kupon harus bicara sampai kuponnya habis
·
Dan seterusnya
21.
Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu) SPENCER KAGAN 1992
Langkah-Langkah:
·
Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa
·
Setelah selesai, dua orang dari masing-masing bertamu kedua
kelompok yang lain
·
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan
hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka
·
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain
·
Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka
VI.
Pendidikan Islam
Pada Masa Nabi dan Khulafaurrasyidin
A. Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah
Pendidikan Islam pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi 2 periode, yaitu periode Makkah dan Madinah.
1. Pendidikan
Islam Pada Masa Rasulullah di Makkah
Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu al-‘Alaq 1-5 merupakan wahyu yang
juga mengandung nilai pendidikan di dalamnya. Kemudian turunlah wahyu ke dua yang memerintahkan nabi untuk berdakwah.
Dalam dakwahnya, Nabi Muhammad juga mengajarkan sahabat-sahabat dan ummatnya tentang
Islam. Inti pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama
di Makkah ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada
manusia, supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia,
hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta seagai anjuran pendidikan ‘aqliyah dan
ilmiyah.
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah
Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam pada masa Makkah meliputi:
·
Pendidikan
Keagamaan Yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan
dipersekutukan dengan nama berhala.
·
Pendidikan
Akliyah dan Ilmiah Yaitu mempelajari
kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
·
Pendidikan Akhlak
dan Budi pekerti Yaitu Nabi
Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan
ajaran tauhid.
·
Pendidikan Jasmani
atau Kesehatan.Yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.
3.
Pendidikan Islam
pada masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak
turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai
kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agama Islam di Madinah adalah sebagai berikut:
A.
Pembentukan dan
pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan
dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam),
dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan
politik).
B.
Pendidikan sosial
politik dan kewarganegaraan.
Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan Islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih
lanjut dan disempurnakan dengan ayat-ayat yang turun selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara
berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku
bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab
maupun kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
C.
Pendidikan anak dalam Islam
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan generasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan
islam ke seluruh penjuru alam. Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak
dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan
oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Tauhid
2. Pendidikan Shalat
3. Pendidikan adab sopan dan santun
dalam bermasyarakat
4. Pendidikan adab dan sopan santun
dalam keluarga
5. Pendidikan kepribadian
6. Pendidikan kesehatan
7. Pendidikan akhlak.
Perbedaan ciri pokok pembinaan
pendidikan Islam periode kota Makkah dan kota Madinah:
Ø
Periode kota
Makkah:
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik
beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu
muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan
dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Ø
Periode kota
Madinah:
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan
sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah,
yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh
ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.
B. Pendidikan Islam Pada Masa Kulafa al-Rasyidin
1. Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar
masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga
pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid
atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad
Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab
merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama
Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa
Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang
bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rasul terdekat.
Lembaga pendidikan Islam masjid,
masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan
lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an
dan lain sebagainya.
2. Masa Khalifah Umar bin Khattab
Berkaitan dengan masalah
pendidikan, khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan
penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di
masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk
tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-qur’an
dan ajaran Islam lainnya. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di
halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.
Pelaksanaan pendidikan di masa
Khalifah Umar bin Kattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada
dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan disamping telah ditetapkannya
masjid sebagai pusat pendidikan juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan
Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu
bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola di bawah
pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan diberbagai bidang, seperti jawatan
pos, kepolisian, baitul mal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik waktu itu diambilkan
dari daerah yang ditaklukan dan dari baitul mal.
3. Masa Khalifah Usman bin Affan.
Pada masa khalifah Usman bin Affan,
pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya.
Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya
sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang
berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan
Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di
daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi
pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan
pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta
didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga
lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka
inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Tugas mendidik dan mengajar umat
pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak
mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan
tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah.
4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Pada masa Ali telah terjadi
kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak
stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan
Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu ali tidak sempat lagi
memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan
pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam. Adapun pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin
antara lain: Makkah, Madinah, Basrah, Kuffah, Damsyik (Syam) dan Mesir.
VII.
Pendidikan Islam Pada Abad Klasik,
Pertengahan, dan Kontemporer
Sejarah peradaban Islam
telah dibagi oleh Prof. Dr. harun Nasution dalam tiga periode, yaitu periode
klasik, periode pertengahan dan periode modern.
1.
Periode Klasik
Periode
klasik (650 M-1250 M) merupakan zaman kemajuan dan dibagi dalam dua fase,
yaitu:
1. Fase
Ekspansi, Integrasi dan Puncak kemajuan (650 M-1000 M).
Pada fase inilah dunia Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di
Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Daerah-daerah tersebut
tunduk kepada keluasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah,
kemudian di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa ini pulalah berkembang dan
memuncaknya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non-agama, dan
kebudayaan Islam. Zaman inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar seperti Imam
Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hanbal dalam bidang hukum,
Imam Asy’ari, Imam al-Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil Ibn
‘Ata’, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Zubair dalam bidang teologi, zunnun
al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan al-Hajjaj dalam mistisisme atau al-Tasawwuf,
al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Miskawaih dalam filsafat, dan Ibn Hasyam,
Ibn Hayyan, al-Khawarijmi, al-Mas’udi dan al-Razi dalam bidang ilmu pengetahuan
2. Fase
Disintegrasi (1000 M-1250 M). Di masa ini, keutuhan umat Islam dalam bidang
politik mulai pecah, kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat
dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu pada tahun 1258 M. Khalifah, sebagai
lambang kesatuan politik umat Islam, hilang.
2.
Periode Pertengahan
(1250 M-1800 M)
Terdiri dari dua fase:
1. Fase
Kemunduran (1250 M-1500 M)
Dalam fase ini, disentralisasi dan disintegrasi
meningkat. Perbedaan antara Sunni dan Syi’ah dan demikian juga antara Arab dan
Persia semakin nyata terlihat. Dunia Islam terbagi dua, yaitu bagian Arab dan
bagian Persia. Bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suria, Palestina
Mesir dan Afrika Utara, dengan Mesir sebagai pusat,
bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia Tengah,
dengan Iran Sebagai Pusat. Kebudayaan Persia mengambil bntuk Internasional dan
dengan demikan mendesak lapangan kebudayaan kebudayan Arab. Pendapat bahwa
pintu ijtihad tertutup makin meluas di kalangan umat Islam. Demikian juga
tarekat dengan pengaruh negatifnya, perhatian terhadap ilmu pengetahuan menjadi
sangat kurang. Umat Islam di Spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari
daerah trsebut.
2.
Fase Tiga Kerajaan Besar (1500 M-1800 M)
Tiga kerajaan besar yang dimaksud
dalam fase ini ialah Kerajaan Utsmani (Ottoman Empire) di Turki,
Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
Fase tiga kerajaan besar ini, oleh Prof. Dr. Harun Nasution dibagi kembali
dalam dua periode lagi, yaitu dimulai dengan aman kemajuan (1500 M-1700 M) dan
zaman kemunduran (1700 M-1800 M). Di masa kemajuan, ketiga kerajan besar ini
mempunyai kejayaan masing-masing terutama dalam bentuk literatur dan arsitek.
Mesjid-mesjid dan gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih dapat
dilihat di Istambul, Tibriz, Isfahan serta kota-kota lian di Iran dan di Delhi.
Kemajuan umat Islam di zaman ini lebih banyak merupakan kemajuan di periode
klasik. Perhatian terhadap ilmu pengetahuan masih kurang sekali. Di masa
kemunduran, Kerajaan Utsmani terpukul oleh Eropa. Kerajaan Safawi dihancurkan
oleh serangan-serangan suku bangsa Afghan, sedangkan daerah kekuasaan Kerajaan
Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-ra India. Kekuatan militer dan
kekuatan politik umat Islam menurun. Umat Islam dalam keadaan mundur dan
statis. Dalam pada itu, Eropda dengan kekayaan-kekayaannya yang diangkut dari
Amerika dam Timur Jauh, bertambah kay dan maju. Penetrasi Barat yang kekuaannya
meningkat ke dunia Islam yang kekuatanya menurun, kian mendalam dan kian
meluas. Akhirnya Napoleon pada ahun 1798 M menduduki Mesir, sebagai salah satu
pusat Islam yang terpenting.
3.
Periode Modern ( sejak 1800 M)
Periode modern ialah zaman
kebangkitan kembali umat Islam. Jatunya Mesir ke tangan Barat menyadarkan dunia
Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa Barat telah mempunyai
peradaban baru yang lebih tnggi dan merpakn ancaman bagi Islam. Raja-raja dan
pemuka-pemuka Islam mulai memikikan bagaimana meninkatkan mutu dan kekuatan
umat Islam kembali. Pada periode modern inilah timbul ide-ide pembaharuan dalam
Islam.
VIII.
Hakikat Manusia
Dalam Perspektif Pendidikan
Hakikat pendidikan
merupakan suatu usaha memberdayakan potensi kemanusiaan secara optimal dan
terintegrasi untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dengan ciptaan
Tuhan lainnya dalam usaha meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan yang
maha Esa.
Hakikat manusia dalam pendidikan
yaitu adalah sebagai berikut:
1.
Manusia pada hakikatnya adalah
spiritual, setiap manusia memiliki tanggung jawab kekhalifahan di muka bumi ini
sebagai wakil Tuhan.
2.
Setiap manusia dalam menjalani
kehidupannya dengan keridhaan Allah, dalam artian setiap yang dijalani oleh
manusia bernilai ibadah.
3.
Manusia merupakan makhluk
sosial yang berbahasa.
4.
Manusia mempunyai tenaga yang
dapat dimanfaatkan untuk memenuhi semua kebutuhannya.
5.
Merupakan individu yang
rasional dan bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
6.
Setiap manusia mampu
mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif serta mampu mengatur dan mengontrol
dirinya.
7.
Selalu mengalami proses
perkembangan secara terus menerus selama hidupnya.
8.
Merupakan individu yang selalu
melibatkan dirinya dalam membantu orang lain dan membuat dunia lebih
menyenangkan untuk ditempati.
9.
Merupakan mahkluk Tuhan yang
memungkinkan untuk dapat menjadi baik ataupun sebaliknya.
10.
Merupakan individu yang sangat
dipengaruhi lingkungan, terutama lingkungan sosial, serta dapat berkembang
sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
IX.
Aliran-Aliran yang Berkembang dalam Pendidikan
Aliran-aliran
dalam pendidikan yang sampai saat ini masih ada dan terus berkembang.
Pendidikan dipandang mempunyai peran penting dan besar manfaatnya dalam
mencapai keberhasilan perkembangan anak, pendidikan merupakan usaha sengaja dan
terencana untuk membantu perkembangan peserta didik. Aliran tersebut adalah:
A. Emperisme
Emperisme berasal dari
bahasa latin yaitu “empericus“ artinya ”pengalaman“, aliran ini dinamakan juga dengan “ tabularasa”
artinya meja berlapis lilin yang belum ada tulisan di atasnya atau dengan kata
lain sesorang dilahirkan seperti kertas kosong, maka pendidikanlah yang
menulisnya. Aliran ini menganggap bahwa perkembangan seorang anak seratus
persen ditentukan oleh lingkungan atau kepada pengalaman-pengalamannya yang
didapat dalam hidupnya.
Teori ini menyimpulkan
bahwa manusia dalam hidup dan perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan
oleh dunia luar, sedangkan pengaruh-pengaruh dari dalam tidak memberikan
apa-apa dalam kehidupan. Oleh karena itu aliran ini juga disebut dengan aliran
yang optimisme dalam pendidikan.
Teori emperisme
menyatakan bahwa hasil pendidikan dan perkembangan tergantung pada
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari dunia luar, tokoh aliran ini Jhon
Locke (1623-1704), seorang filosof bangsa Inggris.
B. Nativisme.
Nativisme berasal dari
bahsa latin yaitu kata “ nativus” artinya “terlahir”. Seorang akan berkembang
berdasarkan apa yang dibawanya dari lahir. Hasil akhir perkembangan dan
pendidikan manusia ditentukan oleh pembawaan dari lahir. Pembawaan itu ada baik
dan dan buruk. Oleh karena itu seseorang akan berkembang dengan pembawaan baik
dan maupun pembawaan buruk yang dibawanya dari lahir.
Lingkungan, termasuk di
dalamnya pendidikan tidak berdaya sama sekali dalam mempengaruhi perkembangan
anak selanjutya. Oleh karena itu aliran ini merupakan pesimis dalam pendidikan
(Pesimisme).
Pelopor aliran ini
ialah Schopenhauer seorang filosof bangsa jerman yang hidup ditahun 1788 –
1880. Dia berpendapat “mendidik membiarkan seseorang bertumbuh berdasarkan pembawaannya
dan bayi lahir dengan pembawaan baik dan buruk “
C. Naturalisme
Naturalisme berasal
dari bahasa latin “ Nature” yang berarti “ Alam”, tabiat aliran ini dinamakan
juga Negativisme yang meragukan pendidikan untuk berkembangnya sesorang karena
dia dilahirkan dengan pembawaan yang baik. Ciri utama aliran ini dalam mendidik
seseorang kembali ke alam agar pembawaan seseorang yang baik itu tidak dirusak
oleh pendidik.
Teori ini dikemukakan
oleh J.J Rousseau, seorang filosof dari bangsa Perancis ( 1712-1778 ), dia
berpendapat dalam bukunya Emile bahwa: “Semua adalah baik pada waktu baru
datang dari tangan sang Pencipta, tapi semua jadi buruk ditangan manusia. ”
Aliran ini juga
berpendapat bahwa pendidik hanya yang wajib membiarkan pertumbuhan anak didik
saja dengan sedirinya, diserahkan selanjutnya kepada alam. Jadi dengan kata lain
pendidikan tidak diperlukan.
Menurut Rousseau,
pendidikan harus dijauhkan dalam perkembangan anak, dan dijauhkan dari hal yang
bersifat dibuat-buat (artificial) dan dapat membawa anak kembali ke alam untuk
mempertahankan segala yang baik sebagai yang telah dberikan oleh sang Pencipta
karena pendidikan hanya akan merusak pembawaan yang baik tadi.
Ciri utama aliran ini
dalam mendidik, yaitu seseorang kembalilah ke alam agar pembawaan seseorang
yang baik itu tidak dirusak oleh dan pembawaan yang baik itu berkembang dengan
spontan.
D. Konvergensi
Konvergensi berasal
dari bahasa Inggris ( convergence ) artinya pertemuan pada suatu titik. Aliran
ini mempertemukan atau mengawinkan dua aliran yang berlawanan di atas antara
Nativisme dengan Empirisme. Perkembangan seseorang tergantung kepada pembawaan
dan lingkungannya. Dengan kata lain pembawaan dan lingkungan mempengaruhi
perkembangan seseorang, pembawaan seseorang baru berkembang karena pengaruh
lingkungan, hendaknya para pendidik dapat menciptakan suatu lingkungan yang
tepat dan cukup kaya atau beraneka ragam, agar pembawaan dapat berkembang semaksimal
mungkin.
Aliran konvergensi
dipelopori oleh William Stern ( 1871-1937 ), ia berpendapat bahwa seorang anak
dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak
itu.
Pada hakikatnya
kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, itu adalah juga hasil konvergensi.
Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbahasa, melalui situasi lingkungannya
anak belajar berbahasa, karena itu semua manusia mampu berbahasa. Pada hewan
tidak ada pembawaan bahasa dengan kata-kata; karena itu tidak terdapat seekor
hewan pun yang dapat berbahasa dengan kata-kata yang penuh dengan pengertian
seperti pada makhluk manusia.
William Stern
berpendapat bahwa hasil pendidikan itu bergantung pada pembawaan dan
lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju kesuatu titik pertemuan.
X.
Dimensi Ontology,
Epistimology, dan Aksiologi dalam Paradigma Pendidikan
Dalam garis besarnya
filsafat mempunyai tiga cabang besar yaitu teori pengetahuan, teori hakikat,
dan teori nilai.
A. Epistimologi
Epistimologi
membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Tatkala
manusia baru lahir, ia tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun. Nanti, tatkala
ia 40 tahunan pengetahuannya banyak sekali sementara kawannya yang seumur
dengannya mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih banyak dari pada dia dalam
bidang yang sama atau berbeda. Bagaimana mereka itu masing-masing mendapat
pengetahuan itu? Mengapa dapat juga berbeda tingkat akurasinya? Hal-hal semacam
ini dibicarakan dalam epistimologi.
2.
Ontologi
Setelah membenahi cara
memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi obyek-obyeknya untuk
memperoleh pengetahuan. Obyek-obyek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada
hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat atau ontologi.
Apa itu hakikat? Hakikat ialah realitas, realitas ialah ke-real-an. “real”
atinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan yang
sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan
yang menipu, bukan keadaan yang berubah.
3. Aksiologi
Untuk mengetahui kegunaan
pendidikan atau untuk apa pendidikan itu digunakan atau apa guna. Dalam
aksiologi membahas kegunaan dari sesuatu. Selain itu aksiologi juga membahas
tujuan atau manfaat sesuatu.
XI.
Konsep Fitrah dalam
Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia
Dalam dimensi pendidikan, keutamaan dan
keunggulan manusia dibanding dengan makhluk Alllah lainnya, terangkum dalam
kata “fitrah”. Secara bahasa fitrah berasal dari kata fathara yang
berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari akar kata “al-fathr” yang
berarti belahan atau pecahan. Secara umum pemaknaan kata fitrah dapat
dikelompokkan ke dalam empat yaitu:
- Proses
penciptaan langit dan bumi
- Proses
penciptaan manusia
- Pengaturan alam
semesta beserta isinya dengan serasi dan seimbang
- Pemaknaan pada
agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan
tugas dan fungsinya (ma’rifat al-iman)
Para pemikir muslim cendrung memaknai kata fitrah berdasarkan
QS:30:30 sebagai potensi manusia untuk beragama. Ada juga yang memaknai bahwa
fitrah merupakan bawaan yang telah diberikan Allah sejak manusia berada dalam
alam rahim.
Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “Setiap anak manusia itu
terlahir dalam fitrahnya, kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai (anak) nya,
apakah menjadikannya seorang yahudi, nasrani, atau majusi.” (HR Aswad Bin
Sari).
Dari sekian banyak pengertian tentang fitrah, maka dapat
diambil kata kunci bahwa fitrah adalah potensi manusia. Dari beberapa pendapat
para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:
- Potensi agama
- Potensi akal
yang mencangkup spiritual
- Potensi fisik
atau jasadiah
- Potensi
rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu.
XII.
Prinsip Kecerdasan Ganda
(Multiple Intelligences System) dalam Kaitan Perbuatan Atau Amaliyah
Manusia merupakan makhluk pilihan Allah
yang mengembangkan tugas ganda, yaitu sebagai khalifah Allah dan Abdullah
(Abdi Allah). Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut, manusia
dibekali dengan sejumlah potensi di dalam dirinya. Hasan Langgulung mengatakan,
potensi-potensi tersebut berupa ruh, nafs, akal, qalb, dan fitrah.
Sejalan dengan itu, Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa potensi dasar tersebut
berupa jasmani, rohani, dan fitrah namun ada juga yang menyebutnya dengan jismiah,
nafsiah dan ruhaniah.
1.
Aspek jismiah
Aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik-biologis, serta sistem
sel, syaraf dan kelenjar diri manusia. Organ fisik manusia adalah organ yang
paling sempurna diantara semua makhluk. Alam fisik-material manusia tersusun
dari unsur tanah, air, api dan udara. Keempat unsur tersebut adalah materi
dasar yang mati. Kehidupannya tergantung kepada susunan dan mendapat energi
kehidupan yang disebut dengan nyawa atau daya kehidupan yang merupakan
vitalitas fisik manusia. Kemampuannya sangat tergantung kepada sistem konstruksi
susunan fisik-biologis, seperti: susunan sel, kelenjar, alat pencernaan,
susunan saraf sentral, urat, darah, tulang, jantung, hati dan lain sebagainya.
Jadi, aspek jismiah memiliki dua sifat dasar. Pertama berupa bentuk
konkrit berupa tubuh kasar yang tampak dan kedua bentuk abstrak berupa nyawa
halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak jismiah inilah
yang akan mampu berinteraksi dengan aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.
2.
Aspek nafsiah
Aspek nafsiah adalah keseluruhan
kualitas insaniah yang khas dimiliki dari manusia berupa pikiran, perasaan dan
kemauan serta kebebasan. Dalam aspek nafsiah ini terdapat tiga dimensi
psikis, yaitu dimensi nafsu, ‘aql, dan qalb.
3.
Aspek ruhaniah
Aspek ruhiyah adalah keseluruhan potensi
luhur (high potention) diri manusia. Potensi luhur itu memancar dari
dimensi ruh dan fitrah. Kedua dimensi ini merupakan potensi diri manusia yang
bersumber dari Allah. Aspek ruhaniyah bersifat spiritual dan transedental.
Spiritual, karena ia merupakan potensi luhur batin manusia yang merupakan sifat
dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Bersifat
transidental, karena mengatur hubungan manusia dengan yang Maha transenden
yaitu Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi fitrah.
Dari penjabaran diatas, dapat disebutkan
bahwa aspek jismiah bersifat empiris, konkrit, indrawi, mekanistik dan
determenistik. Aspek ruhaniah bersifat spiritual, transeden, suci,
bebas, tidak terikat pada hukum dan prinsip alam dan cenderung kepada kebaikan.
Aspek nafsiah berada diantara keduanya dan berusaha mewadahi kepentingan
yang berbeda.
XIII.
Landasan-Landasan
Pendidikan
A.
Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan
landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan
itu. Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat
pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat.
Essensialisme, perenialisme,
pragmatisme, progresivisme, rekonstruksionalisme, dan pancasila adalah
merupakan aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi pandangan, konsep dan
praktik pendidikan.
B.
Landasan Sosiologis
Manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lain. Bagi bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural bercirikan
dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial sesuai
dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh
adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah dan
bawah. Fenomina-fenomina sosial dan struktur sosial yang ada pada masyarakat
Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan..
C.
Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan
memiliki hubungan erat. Kebudayaan
tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan
dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui
belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya
sistem sosial di masyarakat meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan
kehidupan orang.
D.
Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait
dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga menggunakan landasan
psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting, karena yang digarap
oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia.
E.
Landasan Ilmiah dan
Teknologi serta Seni
Pendidikan dan IPTEKS
mempunyai kaitan yang sangat erat, karena IPTEKS merupakan salah satu bagian
dari sisi pengajaran, jadi pendidikan sangat penting dalam rangka pewarisan
atau tranmisi IPTEKS, sementara pendidikan itu sendiri juga menggunakan IPTEKS
sebagai media pendidikan.
XIV.
Pengertian dan
Macam-macam Kurikulum di Indonesia
Kurikulum
adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan
standar nasional, materi yang diperlu dipelajari dan pengalaman belajar yang
harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu
dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta
seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik
dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
Dalam
perjalanannya, dunia pendidikan Indonesia telah mengalami perkembangan dari
waktu ke waktu. Dalam kurun waktu tersebut hingga sekarang telah banyak
kurikulum yang berkembang, yaitu:
A. Rencana
Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada
masa kemerdekaan adalah Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih
populer menggunakan leer plan (rencana pelajaran) Rencana Pelajaran 1947
bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan
kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk
kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi
perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka
Rencana Pelajaran 1947,
baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering
juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana,
hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,
serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih
mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada
pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Daftar pelajarannya adalah
Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi,
Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan
Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan
Pendidikan Agama.
B.
Rencana Pelajaran
Terurai 1952
Kurikulum ini lebih
merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus
mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”.
Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan
SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan
keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar
anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
C.
Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum
1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok
pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di
lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa
di setiap jenjang pendidikan.
D. Kurikulum
1975
Kurikulum 1975
menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat ituMetode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin
sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
E.
Kurikulum 1984
Kurikulum 1984
mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi
faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975
yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor
IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah
yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara
nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang
terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
F. Kurikulum
1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir
lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan
proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum
berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu
berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan
rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya
lebih pada menambal sejumlah materi.
G.
Kurikulum 2004
Setiap pelajaran diurai
berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kurikulum ini
bertujuan pada penilaian kompetensi siswa. Akan tetapi, kerancuan muncul bila
dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah
maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang
ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang
mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru
diujicobakan, di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di
luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak
paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
H.
KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK
dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih
tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan
kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi
siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD),
standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar
(SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran,
seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan
(sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
XV.
Landasan dan Komponen Pengembangan
Kurikulum
A. Landasan-Landasan Pengembangan
Kurikulum
1. Landasan Filsafat
Filsafat
memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa
berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Aliran
Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi
pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.
Pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia,
tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu
dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2. Landasan
Psikologis
Terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan
kurikulum yaitu
: psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan
individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
3. Landasan
Sosial-Budaya
Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat. Peserta
didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat
pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, diharapkan manusia dapat lebih
mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan,
isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi,
karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Sejalan
dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan
perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar
masyarakat. Maka, berlandaskan ini juga kurikulum ikut
berkembang.
4.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Perkembangan
dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi
dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
B. Komponen
– Komponen Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki
komponen-komponen pembentuk yang satu sama lainnya saling berkaitan.
Komponen-komponen pembentuk kurikulum tersebut di antaranya adalah :
- Komponen Tujuan
Komponen tujuan merupakan komponen pembentuk kurikulum yang
berkaitan dengan hal-hal yang ingin dicapai atau hasil yang diharapkan dari
kurikulum yang akan dijalankan. Dengan membuat tujuan yang pasti, itu akan
membantu dalam proses pembuatan kurikulum yang sesuai dan juga membantu dalam
pelaksanaan kurikulumnya agar tujuan
yang diharapkan dapat tercapai.
- Komponen Isi atau Materi dalam
Kurikulum
Komponen isi atau materi dalam kurikulum merupakan apa-apa
yang akan diberikan atau diajarkan kepada peserta didik agar peserta didik
dapat memiliki keterampilan atau bahkan dapat membuat prestasi yang merupakan
tujuan dari dijalankannya kurikulum tersebut. Materi yang ada dalam kuirkulum
haruslah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam mencapai tujuan
dan materi yang ada juga haruslah menyesuaikan dengan lingkungan sekitar,
seperti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
- Komponen Metode atau Strategi
Komponen metode atau strategi merupakan komponen yang cukup
penting karena metode dan strategi yang digunakan dalam kurikulum tersebut
menentukan apakah materi yang diberikan atau tujuan yang diharapkan dapat
tercapai atau tidak. Sebagus apapun tujuan atau materi yang dibuat dalam
kurikulum, tapi apabila metode atau strategi yang digunakan tidak tepat, maka
tujuan dari kurikulum tersebut tidak akan mudah dicapai atau bahkan tidak
tercapai sama sekali. Untuk itu pemilihan atau pembuatan metode atau strategi
dalam menjalankan kurikulum yang telah dibuat haruslah sesuai dengan materi
yang akan diberikan dan tujuan yang ingin dicapai.
4.
Media Mengajar
Media mengajar merupakan segala macam bentuk
perangsang dan alat yaang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar.
Seiring berkembangnya teknologi, semakin bervariasi juga media yang ada.
5.
Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan bagian dari pembetuk kurikulum
yang berperan sebagai cara untuk mengukur atau melihat apakah tujuan yang telah
dibuat itu tercapai atau tidak, selain itu dengan melakukan evaluasi, kita
dapat mengetahui apabila ada kesalahan pada materi yang diberikan atau metode
yang digunakan dalam menjalankan kurikulum yang telah dibuat dengan melihat
hasil dari evaluasi tersebut. Dengan begitu, kita juga dapat segera memperbaiki
kesalahan yang ada atau mempertahankan bahkan meningkatkan hal-hal yang sudah
baik atau berhasil.
XVI.
Model-Model
Pengembangan Kurikulum
A. The
administrative model
Model pengembangan ini merupakan yang paling lama dan paling
banyak dikenal. Dinamakan demikian karena inisiatif dan gagasan datang dari
para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
B. The grass roots
model
Dalam konsep pengembangan kurikulum ini inisiatif datang dari
guru-guru sekolah. Model pengembangan yang pertama digunakan untuk pengelolaan
yang bersifat sentralisasi sedangkan yang kedua untuk pengelolaan yang
desentralisasi.
C. Beauchamp’s
system
Dinamakan demikian karena Beaucahamplah yang mengembangkannya.
Dimana dalam penyusunannya beliau mengemukakan 5 hal, yaitu:
1.
Menetapkan area atau lingkup dari kurikulum
tersebut.
2.
Menetapkan personalia
3.
Perumusan organisasi dan prosedur
pengembangan kurikulum
4.
Implementasi atau pelaksanaan kurikulum
5.
Evaluasi kurikulum yang meliputi evaluasi
pelaksanaan ,desain ,hasil belajar , dan keseluruhan system
D. The demontrasion
model
Dalam model ini sekelompok guru bekerjasama dengan sekelompok
ahli untuk mengadakan perbaikan kurikulum. Sifat kurikulum ini mengubah atau
mengganti kurikulum yang ada sehingga sering mendapat tantangan dari
pihak-pihak tertentu.
E. Taba’s inverted
model
Dalam pengembangan kurikulum model ini pengembangan bersifat
induktif yang bertujuan untuk merangsang timbulnya inovasi dan kreatifitas.
F. Roge’s
interpersonal relation model
Dalam model pengembangan ini Roge memasukkan konsep-konsepnya
mengenai psikoterapi ke dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum.
G. The systematic
action reserc model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan
kurikulum merupakan perubahan social.hal ini mencakup suatu proses yang
melibatkan orang tua, siswa, guru ,masyarakat dll.Sesuai dengan asumsi ,model
ini menekankan pada tiga hal yaitu hubungan insani ,sekolah dan organisasi
masyarakat ,seta wibawa dari pengetahuan professional.
H. Emerging
technical model
Dalam model ini pengembangan dimulai dari mengidentifikasi
seluruh unit-unit kurikulum,dimana tiap-tiap unit kurikulum telah memiliki
rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan.Kepada para siswa dan guru-guru
diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum
tersebut.Setelah diadakan pengolahan kemudian disesuaikan dengan kemampuan
hasil belajar yang dicapai siswa disimpan.
XVII.
Macam-Macam
Media dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin “medius” yang secara harfiah
berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara (WASAAILU) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima. Ada
bermacam-macam media pembelajaran. Secara garis besar dapat digolongkan
menjadi:
1. Dilihat
dari jenisnya, media terbagi menjadi:
·
Media auditif
·
Media visual
·
Media audio visual
2. Dilihat dari daya liputnya, media terbagi
menjadi:
·
Media dengan daya liput
luas dan serentak ( Seperti radio dan televisi serta internet.)
·
Media dengan daya liput
terbatas oleh ruang dan tempat. Media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang
dan tempat yang khusus seperti ruang sound slides film rangkai, yang harus
menggunakan tempat tertutup dan gelap.
3. Media
untuk pembelajaran individual.
Media
ini penggunaannya hanya untuk seorang diri. Termasuk media ini adalah modul
berprogram dan pengajaran melalui komputer.
4. Dilihat
dari bahan-bahannya, media terbagi menjadi:
·
Media sederhana. Media
ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah,
dan penggunaannya tidak sulit.
·
Media kompleks. Media
ini adalah media yang bahan dasarnya kompleks sulit di dapat serta mahal
harganya, sulit membuatnya, dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang
memadai.
5. Berdasarkan
perkembangan teknologi, media pendidikan dapat dikelompokkan kedalam empat
kelompok:
·
Teknologi cetak
·
Teknologi audio-visual
Adalah cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan
mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan
visual.
·
Teknologi berbasis
komputer Merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan
mengguanakan sumber-sumber yang berbasis mikro-prosesor.
·
Teknologi gabungan
Adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan
pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer.
XVIII.
Model-Model Pengembangan Perencanaan
Pengajaran
1.
Model ekspositori
Model ekspositori bermaksud penerangan yang jelas dan terperinci. Dalam konteks
pengajaran ekspositori merupakan penyampaian maklumat atau isi kandungan
pelajaran secara langsung kepada murid-murid di dalam kelas.
Oleh itu, kaedah ekspositori ialah cara penyampaian pelajaran melalui
penerangan, bercerita atau demonstrasi dengan tujuan mengajar sesuatu. Dalam
model ekspositori ini, guru memberi penerangan terlebih dahulu dan murid
mendengar dengan teliti hingga mereka memahami dan mengingat isi pentingnya
dalam buku nota mereka.
2.
Model Inkuiri
Kaedah Inkuiri merangkum segala proses soal selidik untuk mendapatkan jawaban
atau kesimpulan daripada persoalan, atau daripada masalah yang dikemukakan.
Inkuiri boleh dikendalikan berdasarkan salah satu daripada tiga model yaitu:
i) model inkuiri
sains yang digunakan untuk mengkaji prinsip, fenomena dan ciri-ciri unsur
sains. Proses penyelesaian masalah bagi model ini iaitu mengenal pasti masalah,
mencari maklumat, membuat hipotesis, menilai dan membuat rumusan.
ii) model inkuiri
sosial yang digunakan untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan bidang
bkemasyarakatan dan kemanusiaan. Proses kajian adalah berlandaskan kepada
aktiviti pemerhatian, temubual atau soal selidik.
iii) model inkuiri
juris prudental yang digunakan untuk mencari kebenaran dan ketepatan isu-isu
seperti balajar Sains dan Sastera. Proses inkuiri ini adalah berlandaskan
kepada aktivitias perdebatan.
3.
Model Inkuiri-Penemuan
Model ini sebenarnya terhasil daripada gabungan kaedah inkuiri dan kaedah
penemuan. Namun kaedah inkuiri dan kaedah penemuan adalah berlainan, tetapi pendekatan,
strategi, tujuan, prinsip dan langkah-langkah menjalankan aktiviti kajiannya
adalah sama.
Seperti kaedah inkuiri dan kaedah penemuan, model inkuiri-penemuan merangkumi
semua aktiviti merancang, menyiasat, menganalisis dan menemui. Pembelajaran
melalui kaedah ini memerlukan kemahiran-kemahiran seperti membuat perbandingan
dan mencari ciri-ciri yang sama untuk membentuk suatu generasi yang diharapkan.
4.
Model Perbincangan Dalam Konteks Biasa
Model perbincangan biasa ini adalah sesuai untuk strategi pengajaran dan
pembelajaran keseluruhan kelas di antara guru dengan murid, dan
kumpulan-kumpulan kecildi antara murid dengan murid.
Langkah-langkah perbincangan ini biasanya mengandungi lima peringkat, yaitu:
peringkat rancangan, permulaan, perbincangan, rumusan dan penutup.
5.
Model ASSURE
Model ini telah diperkenalkan oleh Heinich,
Molanda, Russell (1989).
Assure bermaksud " memastikan sesuatu berlaku." Singkatan
akronim ASSURE adalah,
A - Analyse learner (Analisis pelajar)
S - State objective (nyatakan objektif)
S - Select, modify or make media ( pilih, baiki atau bina
media)
U - Use media (gunakan media)
R - Require learner response (keperluan tindakan)
E - Evaluate materials (menilai)
XIX.
Tripusat
Komponen-Komponen Pendidikan
Manusia
sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan
pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan masyarakat dan ketiganya
disebut tripusat pendidikan.
Tri Pusat Pendidikan
adalah tiga pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan
terhadap anak yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Menurut UU No. 20
Tahun 2003 cakupan Tri pusat pendidikan adalah :
a) Pendidikan
keluarga
b) Pendidikan
sekolah
c) Pendidikan masyarakat
Secara rinci pengertian dari masing – masing pusat pendidikan
tersebut adalah sebagai berikut :
A. Pendidikan keluarga
Pendidikan yang terjadi di lingkungan keluarga berlangsung
secara alamiah dan wajar sehingga disebut pendidikan informal yang diperoleh
seseorang dari pengalaman sehari – hari dengan sadar atau tidak yang mana
kegiatan pendidikannya dilaksanakan tanpa suatu organisasi yang ketat dan tanpa
adanya program waktu.
B. Pendidikan sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan telah ada sejak beberapa
abad yang lalu, yaitu pada zaman Yunani kuno. Kata sekolah berasal dari bahasa
yunani “Schola” yang berarti waktu menganggur atau waktu senggang. Bangsa
Yunani kuno mempunyai kebiasaan berdiskusi guna menambah ilmu dan mencerdaskan
akal. Lambat laun usaha diselenggarakan secara teratur dan berencana (secara
formal) sehingga akhirnya timbullah sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
yang bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan akal.
Sekolah sebagai pusat pendidikan formal merupakan perangkat
masyarakat yang diserahi kewajiban pemberian pendidikan dengan organisasi yang
tersusun rapi, mulai dari tujuan, penjejangan, kurikulum, administrasi dan
pengelolaannya.
C. Pendidikan masyarakat
Didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan bahwa masyarakat
adalah pergaulan hidup manusia atau perkumpulan orang yang hidup bersama
disuatu tempat dengan ikatan – ikatan aturan tertentu yang membuat warga
masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai suatu kelompok serta saling
membutuhkan.
Kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri dari dua orang atau
lebih dan bekerja sama di bidang tertentu untuk mencapai tujuan tertentu adalah
merupakan sumber pendidikan bagi warga masyarakat , seperti lembaga – lembaga
sosial budaya, yayasan – yayasan, organisasi – organisasi, perkumpulan –
perkumpulan yang semuanya itu merupakan unsur – unsur pelaksana asas pendidikan
masyarakat.
Pendidikan masyarakat adalah pendidikan non formal yang
memberikan pendidikan secara sengaja, terencana dan terarah kepada seluruh anggotanya
yang pluralistic (majemuk) tetapi tidak dipersyaratkan berjenjang serta dengan
aturan-aturan yang lebih longgar untuk mengarahkan menjadi anggota masyarakat
yang baik demi tercapainya kesejahteraan social para anggotanya.
XX.
RPP dan Silabus
A.
Pengertian Silabus
Istilah silabus dapat
didevinisikan sebagai “garis besar, ringkasan, atau pokok-pokok isi atau materi
pelajaran”. Silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan
kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standart kompetensi dan kemampuan
dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu
dipelajari siswa dalam mencapai standart kompetensi dan kemampuan dasar.
Silabus adalah rencana
pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap
satuan pendidikan.
B.
Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk menecapai satu atau
lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan di jabarkan dalam
silabus. RPP merupakan perencanaan pengajaran dan pembelajaran harian
dan mingguan.
B. Suryosubroto.
2005. Tatalaksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta, H. 143