SUDAH lima bulan saya berada di Cina (Tiongkok), tepatnya di Kota
Wuhan, Provinsi Hubei, untuk melanjutkan studi. Seiring perjalanan
waktu, semakin banyak muslim yang saya kenali di sini, baik itu muslim
lokal maupun pendatang. Pendeknya, dalam keseharian saya tak merasa
kesulitan untuk menjumpai orang-orang muslim lainnya.
Khusus di provinsi tempat saya bermukim kini kebanyakan muslimnya
adalah pendatang dari daerah-daerah lain di Cina seperti Xinjiang,
Qinghai, dan dari daerah lainnya. Muslim
yang datang ke Provinsi Hubei umumnya berjualan, membuka warung nasi
atau makanan jenis roti. Mereka cukup ramah dan akrab dengan kita yang
seiman dan seagama. Sapaan assala’mualaikum yang fasih kerap terucap
dari mereka untuk kita yang baru datang di tempatnya. Itu salah satu
tanda hormat dan sikap welcame mereka kepada muslim pendatang.
Mereka juga tidak lupa mengulurkan tangannya untuk berjabat
dengan sambutan hangat. Muslim-muslim di Tiongkok ini dalam pergaulan dan
persaudaraan antarsesama muslim sangatlah ramah dan terbuka.Salah satu landasan utama yang mampu menjadikan umat
bersatu atau bersaudara ialah persamaan kepercayaan atau akidah. Ukhuwah
islamiah dan ukhuwah albasyariyyah membuat mereka begitu hangat menyambut
muslim pendatang.
Sejauh yang saya amati beberapa bulan ini, orang Tiongkok
yang muslim dan bermukim di Cina begitu mencintai muslim lainnya sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri. Hal ini mereka realisasikan dalam kehidupan sehari-hari
dengan berusaha menolong dan berbagi jika kami sebagai perantau mendapat
kesulitan. Sikap ini timbul karena mereka merasakan adanya persamaan antara
dirinya dan saudaranya yang seiman. Pernah suatu ketika saya dan kawan pulang
kemalaman dan kami belum makan malam meski sudah pukul 11 saat itu. Lalu kami
berjalan ke warung muslim untuk makan malam. Setelah kami siap makan, si
pemilik warung menawarkan diri untuk mengantarkan kami ke apartemen. Alasannya
waktu itu adalah karena pukul 10 malam bus-bus kecil yang beroperasi di dalam
kampus sudah tak lagi beroperasi, maka kami pun diantar pulang sampai ke depan
apartemen yang kami tempati. Ini bukan hal yang biasa.
Di lain waktu, saat malam-malam libur biasanya ada saja
muslim tempatan yang datang ke kamar kami untuk bertamu dengan tidak lupa
membawa buah tangan seperti minuman dan makanan ringan. Di kamar kami sering
diskusi atau saling share masalah agama Islam. Keakraban terasa bukan hanya saat di luar saja, tetapi juga
saat berjumpa di masjid, di tempat makan, dan di jalan. Suatu ketika saya
berjalan kaki selepas shalat Jumat, lalu seorang teman muslim Tiongkok langsung
menawarkan jasa untuk pergi jalan bersamanya dengan sepeda motornya. Saya
akhirnya pergi ikut dia dan bercerita banyak dengannya.
Kami juga suka berbagi cerita dan melawak untuk membuat
suasana makin akrab dan harmonis. Di rantau tidaklah begitu sulit untuk
mendapatkan kawan dan sahabat asalkan kita ramah dan suka membantu. Itulah
modal utama saya dalam mencari teman. Persahabatan selalu memberikan kita
hal-hal yang menarik dan menyenangkan. Dengan mudahnya transportasi dan murah,
pada hari Jumat biasanya saya bersama teman lebih memilih untuk pergi mencari
masjid-masjid baru yang belum pernah kami kunjungi. Caranya adalah dengan
memanfaatkan kecanggihan smartphone. Kami suka mencari suasana-suasana baru di
mana kami akan tahu banyak tentang perkembangan keislaman di Negeri Panda ini.
Kedekatan dan keakraban ini sering kali terjadi pada saat
perjumpaan kami dengan muslim-muslim di Tiongkok, baik yang sudah kenal maupun
yang baru kenal. Salah satu yang membuat saya salut tentang muslim-muslim
Tiongkok ini ialah kesetiaan, kejujuran, dan keramahan mereka. Semangat
persaudaraan di antara sesama muslim yang begitu kuat, sekalipun itu di
Tiongkok, semakin menunjukkan bahwa sesama muslim itu memang bersaudara.
*HELMI
SUARDI, alumnus Fakulats Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry, sedang
kuliah Program Magister di Huazhong University of Science and Technology, Tiongkok
Pernah diposting di Serambi Indinesia
http://aceh.tribunnews.com/2016/01/27/hangatnya-keakraban-muslim-di-tiongkok